SERANG, TitikNOL - 22 tahun sudah Banten menjadi daerah otonomi baru terpisah dari Jabar. Salah satu alasannya demi akses pelayanan berjalan cepat agar berdampak pada kesejahteraan.
Namun hingga kini, masih ada kesengjangan sosial di Banten. Terlebih khusus terkait pengangguran yang masih tinggi. Padahal industri di Banten melimpah.
Dari data TPT (tingkat pengangguran terbuka) hingga Februari 2022, pengangguran tertinggi tercatat di Provinsi Banten sebesar 8,5 persen.
Ketua DPC GMNI Serang, Muhammad Nur Latif mengatakan, masyarakat masih merasakan kesenjangan. Hal iti dibuktikan dengan capaian indeks kebahagiaan Banten terendah se Indonesia.
"22 tahun Banten industri udah banyak, pengangguran masih tinggi. Indikator kebahagiaan terendah lagi," katanya, Selasa (4/10/2022).
Padahal Banten diusia ke 22 tahun, kata Latif, harus bisa menata untuk kesejahteraan rakyatnya. Terlebih dalam masa dua dekade dan empat kali pergantian kepemimpinan, persoalannya masih berkaitan dengan pengangguran.
"Seharusnya sudah bisa menata hidup lebih baik karena 22 tahun waktu yang sebenatar, 2 dekade, melewati 4 kepemimpinan," ucapnya.
Ia menerangkan, pembangunan di Banten masih terbilang stagnan. Padahal provinsi penopang Ibu Kota dan jadi akses ke Sumatera.
"Belum ada kepemimpinan yang memajukan, berati jalan di tempat. Di tahun lalu dan September akhir 2022 sudah 2 kali indeks kebahagian Banten terendah," terangnya.
Untuk itu, GMNI mendesak Pemprov Banten agar mampu membuka lapangan pekerjaan baru.
Ditambah, Banten sudah memiliki BUMD di sektor agro bisnis. Tapi hingga kini belum dapat membuka lapangan kerja yang signifikan.
"Tuntutan bagaimana pemprov menyediakan lapangan pekerjaan bukan diserahkan ke swasta. Agro bisnis mandiri yang dikelola bisa memberdayakan masyarakat," tutupnya. (TN3)