SERANG, TitikNOL — Ketua Umum Komunitas Area Disabilitas (KOREDA) Provinsi Banten, Nur Ahdi Asmara, melayangkan kritik keras terhadap kebijakan salah satu SMA/SMK di Banten yang menolak calon siswa disabilitas. Penolakan ini terjadi karena nilai tes psikologis calon siswa tersebut berada di bawah ambang batas 80, suatu kebijakan yang dinilai mencederai semangat pendidikan inklusif dan keadilan sosial.
Nur Ahdi Asmara menegaskan bahwa penolakan berdasarkan skor psikologis semata adalah bentuk diskriminasi sistemik.
“Ini bukan sekadar soal angka. Pendidikan inklusif dibangun atas dasar penghormatan terhadap keberagaman dan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi,” katanya, Kamis (19/06/2025).
Menurut Nur Ahdi, konsep sekolah inklusi semestinya memberikan ruang seluas-luasnya bagi anak-anak disabilitas untuk berkembang sesuai potensi mereka. Dia menyoroti bahwa regulasi atau kebijakan internal yang menetapkan angka tertentu pada tes psikologi sebagai syarat penerimaan, apalagi jika diterapkan secara kaku, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.
“Kami sangat menyayangkan jika sekolah-sekolah yang menyandang predikat inklusif justru menerapkan praktik eksklusif. Apa gunanya label ‘inklusi’ jika ternyata tidak memberi ruang kepada mereka yang seharusnya menjadi subjek utama dari inklusi itu sendiri?” tambah Nur Ahdi.
Menyikapi hal ini, KOREDA Banten mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Banten untuk segera mengevaluasi kebijakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di sekolah-sekolah inklusi. Tujuannya adalah memastikan bahwa penerimaan siswa benar-benar didasarkan pada prinsip nondiskriminatif dan menjunjung tinggi hak-hak anak disabilitas.
“Kami di KOREDA Banten siap bersinergi dengan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun anak disabilitas yang tertinggal dalam mengakses pendidikan. Sudah saatnya kita bergerak dari sekadar slogan menjadi praktik nyata inklusivitas,” pungkas Nur Ahdi Asmara. (RZ/TN)