CILEGON, TitikNOL - PT Krakatau Posco digugat ke Pengadilan Negeri Serang atas dugaan manipulasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta penyalahgunaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Berdasarkan gugatan dengan nomor 96/Pdr.G/2024/PN SRG tanggal 8 Juli 2024, Ali Mujahidin selaku penggugat mempersoalkan AMDAL dan dugaan manipulasi pajak PBB.
Menurut materi gugatan poin 4, PT Krakatau Posco sejak awal pelaksanaan pembangunan pabrik pada 2011 diduga terlebih dahulu memulai kegiatan usahanya sebelum terbit AMDAL.
"Dapat dilihat dari waktu terbitnya Surat Keputusan Turut Tergugat XI, Nomor 660/Kep.22- BLH/2012 Tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Kegiatan Pembangunan Industri Baja Terpadu perusahaan PT Krakatau Posco di Kota Cilegon, yang ternyata baru di tandatangani oleh Turut Tergugat XI baru sekitar pada tanggal 5 Januari 2012 dan bukan ditandatangani atau bukan diterbitkan pada tahun 2011," kata Ali Mujahidin dikutip dari materi gugatan tersebut, Selasa (9/7/2024).
Dalam materi gugatan tersebut, dugaan pelanggaran AMDAL oleh tergugat disinyalir melakukan kegiatan usaha sebelum terbitnya AMDAL yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penggugat dalam gugatannya menilai PT Krakatau Posco telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Sehingga apa yang telah dilakukan oleh Tergugat jelas merupakan bentuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang perbuatanya diduga telah terjadi dan secara nyata telah melanggar ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 yang menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL," jelasnya.
Masih menurut dokumen AMDAL, penggugat menyatakan luas bangunan konstruksi perusahaan baja patungan asal Korea Selatan itu luas bangunan konstruksi seluas 15 hektare.
Penggugat menyebutkan pada kenyataannya, luas bangunannya melebihi apa yang tertera dalam dokumen AMDAL.
"Bahwa berdasarkan dokumen Analisis Dampak Lingkungan, luas bangunan konstruksi yang di bangun tergugat memiliki luas sekitar 15 Ha, namun pada kenyataanya secara aktual luas bangunan pabrik dan konstruksi perusahaan tergugat yang di bangun pada tahun 2011 hingga tahun 2014 dimaksud, diperkirakan bukan hanya seluas 15 Ha melainkan diperkirakan sudah dibangun dengan luas sekitar 348,248 M² (34,8 Ha)," jelasnya.
Penggugat mempermasalahkan soal pembayaran pajak bumi dan bangunan yang selama ini dilakukan oleh PT Krakatau Posco.
Menurutnya, luasan bangunan yang tertera pada AMDAL dan kenyataan di lapangan berbeda. Sehingga, ada dugaan manipulasi pajak atas ketidak sesuaian tersebut.
"Bahwa yang justru menjadi persoalan besar adalah tentang fakta dan kenyataan luas bangunan. Konstruksi yang dijadikan sebagai dasar perhitungan pembayaran (Pajak Bangunan) sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 yang diperkirakan hanya dibayar sekitar 348,248 M² (34,8 Ha) yang dikalikan nilai kewajiban (Pajak Bangunan), padahal luas konstruksi bangunan perusahan Tergugat sejak tahun 2011 sampai tahun 2019 sesungguhnya di duga telah diperkirakan mencapai luas 1.321.300 M² (130,2 Ha)," tuturnya.
Selain itu, penggugat juga mengikut sertakan PT Krakatau Steel beserta dua anak perusahaannya yakni PT Krakatau Bandar Samudera (KBS) dan PT Krakatau Sarana Properti (KSP) sebagai turut tergugat.
Sementara itu hingga kini belum ada keterangan dari pihak PT Krakatau Posco terkait gugatan ke Pengadilan Negeri Serang. (Ardi/TN).