SERANG, TitikNOL - SMA dan SMK Negeri di Banten ditemukan melakukan penambahan daya tampung murid yang menimbulkan kelebihan hingga ribuan peserta didik. Akibatnya siswa maupun siswi terpaksa melakukan aktivitas belajar di ruang yang bukan semestinya, seperti laboratorium.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten, Fadli Afriadi, mengaku temuan di atas terungkap berdasarkan perbandingan data pokok pendidikan (dapodik) periode Juni hingga September 2024, yang dianilisis dengan cara melihat daya tampung awal kepada hasil input data murid.
"Dalam analisis selama periode Juni – September 2024, terdapat perbedaan atau selisih antara data daya tampung awal dengan data dapodik, ditemukan sebanyak total penambahan di tahun 2024 yaitu 3.651 siswa dan dari jumlah total 160 SMAN yang tersebar di seluruh Provinsi Banten, sebanyak 29 SMAN mengalami kelebihan jumlah siswa hingga kurang leboh 10 persen dari daya tampung awal," kata, Fadli Afriadi, Kamis (10/10/2024).
Dari fakta tersebut, lanjutnya, terlihat ada ketidak singkeonan antara data siswa maupun siswi yang telah terinput dalam sistem dapodik. Sehingga terdapat penambahan angka jumlah mirid yang tidak semestinya.
"Berdasarkan data olahan dari Ombudsman Banten, kelebihan kapasitas siswa/i tingkat SMAN dan SMKN di Provinsi Banten pada tahun 2021 adalah sebanyak 2.470 siswa, pada tahun 2022 sebanyak 2.397 siswa, pada tahun 2023 sebanyak 5.419 siswa dan menurun pada tahun 2024 menjadi sebanyak 3.651 siswa" ungkapnya.
Dia menambahkan, akibat lebihnya jumlah murid dari daya tampung sekolah menyebabkan pihak sekolah menempatkan siswa dan siswanya di ruang-ruang kecil hingga fasilitas laboratorium maupun tempat ibadah. Pasalnya, sesuai dengan Permendikbud 47/2023 siswa per kelas atau per rombel maksimal sebanyak 36 siswa, dan jumlah maksimal rombel persekolah adalah 36 rombel untuk kelas X, XI dan kelas XII, atau rata rata 12 kelas per angkatan.
"Sehingga daya tampung rata rata siswa perangkatan adalah 432 siswa dengan syarat jumlah ruang kelas memenuhi," katanya.
Adapum faktor pihak sekolah yang memaksakan siswanya belajar ditempat-tempat tak layak tersebut dikarenakan jumlah sekolah yang kurang memadai.
"Pertama berdasarkan keadaan saat ini dimana jumlah sekolah negeri yang terbatas, mutu dan sebaran sekolah yang tidak merata di tiap-tiap daerah. Kedua hal ini juga didorong oleh keinginan masyarakat untuk mendapatkan akses sekolah negeri yang gratis dengan mutu dan label sekolah favorit yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan sekolah swasta yang berbayar dan mahal. Sehingga berdasarkan faktor-faktor tersebut terjadi fenomena “siswa titipan” yang mengakibatkan terjadinya kelebihan daya tampung sekolah," ungkapnya.
Siswa titipan atau siluman ini lanjut Fadli adanya kerjasama antara penyelenggara pendidikan dengan sejumlah oknum dengan mengatasnamakan pejabat, aparat penegak hukum (APH) sampai jurnalis.
"Data yang kami himpun mengenai fenomena siswa titipan ini dilakukan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan oknum pejabat, oknum LSM, wartawan, hingga oknum aparat. Intervensi yang dilakukan oleh oknum-oknum ini memaksa sekolah untuk menerima melebihi daya tampung demi mendapatkan sekolah negeri yang gratis atau mendapatkan sekolah yang bergengsi/favorit," jelasnya.
Alibat banyaknya siswa siluman tersebut, siswa yang mengikuti kegiatan belajar menjadi tidak berkualitas. Mereka tidak fokus, dan harus berdesak-desakan.
"Dalam temuan lapangan, penambahan jumlah siswa-siswi melebihi daya tampung sekolah yang semestinya mengakibatkan sekolah-sekolah mengalami kekurangan untuk ruang kelas, sehingga berdampak pada ruang kelas yang padat, ruang kelas tanpa bangku, hingga penggunaan laboratorium IPA sebagai ruang kelas harus dirasakan oleh siswa-siswi dalam proses belajar," katanya.
Tak hanya itu, dampak buruk lainnya kepada masyarakat adalah munculnya normalisasi terhadap fenomena titip-menitip siswa. Hal ini tentu menimbulkan potensi iuran atau pungutan dari pihak-pihak tertentu dan juga jual beli kursi.
"Jadi secara keseluruhan dengan adanya penambahan daya tampung berdampak pada turunnya mutu pendidikan dan kepercayaan publik terhadap proses PPDB/pendidikan," ujarnya.
Disisi lain, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten juga menemukan adanya Sekolah Negeri yang justru masih kekurangan siswa yaitu terdapat 32 sekolah yang kekurangan siswa kurang10 persen dari daya tampung yang tersedia.
"Jadi di Banten ini juga ada sekolah yang kekurangan siswa-siswi," ujarnya.
Plh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten, Lukman beberapa kali dihubungi melalui telpon genggamnya tidak aktif. (Riz/TN)