SERANG, TitikNOL - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten belum melakukan penyeidikan lebih lanjut terkait kasus korupsi hibah Pondok Pesantren (Ponpes) jilid II.
Alasannya, sampai saat ini tim penyidik masih menunggu hasil banding di Mahkamah Agung (MA).
"Kita tunggu sampai ada upaya banding," kata Kajati Banten, Reda Manthovani saat ditemui di Plaza Aspirasi Banten, Kamis (10/2/2022).
Menurut Reda, tim penyidik akan membuka kasus korupsi Ponpes jilid II setelah ada pertimbangan dari MA.
"Entar kalau sudah ada pertimbangan Mahkamah Agung kita pakai," ungkapnya.
Baca juga: Kerugikan Negara Pada Hibah Ponpes 2020 Senilai Rp5,2 Miliar, Ini Penyebabnya
Jika pertimbangan MA tidak berubah, kasus korupsi yang telah merugikan keuangan negara tersebut akan ditindaklanjuti kembali.
"Tapi tunggu Mahkamah Agung dulu biar kuat, nih pertimbangannya berubah nggak nih, kan kadang berubah. Kalau nggak berubah yasudah kita tindak lanjut," jelasnya.
Baca juga: Dalam Putusan, Hakim Sebut FSPP Diuntungkan Rp2,8 Miliar dari Hibah Ponpes 2018
Ia menegaskan, tim penyidik akan melakukan penelusuran lebih dalam lagi terkait perintah Majelis Hakim untuk meminta pertanggungjawaban dari berbagai pihak dalam kasus hibah Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020.
"Ada penelusuran lebih dalam lagi nanti," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam pembacaan putusan terhadap 5 terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, meminta Jaksa agar mengusut pihak lain yang patut dimintai pertanggungjawaban, atas dugaan terlibat dalam kasus korupsi Pondok Pesantren (Ponpes) tahun anggaran (TA) 2018 dan 2020.
Hal itu disampaikan pada saat membacakan putusan vonis terhadap lima terdakwa korupsi hibah Ponpes, yakni Irvan Santoso, Toton Suriawinata, Epieh Saepudin, Tb. Asep Subhi, dan Agus Gunawan.
Baca juga: Hakim Minta Jaksa Usut Pihak Lain yang Diduga Terlibat Korupsi Dana Hibah Ponpes TA 2018 dan 2020
“Kegiatan pemberian hibah tahun anggaran 2018 dan 2020 pihak lain yang harus dimintai pertanggungjawabannya yaitu TPAD, BPKAD, FSPP, 173 Ponpes yang tidak memenuhi syarat menerima hibah uang, tetapi telah menerima hibah uang, serta Diki Hasdiansyah sebagai inisiator pemotongan dana hibah di 8 Ponpes,” kata Hakim saat persidangan, 20 Januari 2022.
Menurut Hakim, TPAD sebagai penyusun anggaran dan BPKAD sebagai lembaga pencairan anggaran, perlu dimintai pertanggungjawaban atas adanya kerugian negara pada bantuan hibah Ponpes.
Sebagaimana perhitungan Majelis Hakim, kerugian negara pada hibah 2018 sejumlah Rp14,1 miliar, dinilai telah menguntungkan FSPP selaku penyalur hibah 2018.
Kerugian itu, terhitung dari Rp2,8 miliar merupakan selisih uang hibah dari operasional, ditambah pemberian hibah kepada 563 Ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan FSPP senilai Rp11,2 miliar.
“Pemberian uang hibah tahun 2018 sejumlah Rp14,1 miliar menjadi tanggung jawab FSPP,” ucap hakim.
Kemudian kerugian keuangan negara pada hibah tahun 2020, sejumlah Rp5,2 miliar telah menguntungkan terdakwa Epieh Saepudin sejumlah Rp96 juta.
Sisanya dari 173 Ponpes yang telah menerima hibah 2020 dengan nominal bantuan Rp30 juta masing-masing. Padahal tidak tercatat data base Kemenag dan tidak memiliki izin operasional dari Kemenag senilai Rp5,1 miliar lebih.
“Kerugian hibah pada tahun anggaran 2020 sejumlah Rp96 juta ditambah dengan Rp5,1 miliar lebih, total keseluruhan Rp5,2 miliar,” jelasnya. (TN3)