SERANG, TitikNOL - Provinsi Banten kembali mencatatkan rekor Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi kedua dari 34 provinsi di Indonesia. Raihan ini turun satu digit, setelah tiga kali berturut-turut Banten juara satu pengangguran tiga tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), TPT di Banten per-Agustus 2020 sebesar 10,64 persen atau sebanyak 661.000 orang, yang berarti meningkat 2,53 persen atau bertambah sebanyak 171 ribu orang.
Provinsi Banten menjadi penyumbang pengangguran terbuka kedua terbanyak di atas nasional sebesar 7,07 persen. Selain Banten, Jawa Barat 10,46 persen, Kepulauan Riau 10,34 persen, Maluku 7,57 persen dan Sulawesi Utara 7,37 persen. Sedangkan, pengangguran tertinggi se-Indonesia saat ini diduduki oleh DKI Jakarta dengan presentase 10,95 persen.
Sementara lima provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka terendah adalah Gorontalo sebesar 4,28 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 4,22 persen, Bengkulu 4,07 persen, Sulawesi Tengah 3,77 persen dan Sulawesi Barat menjadi yang paling rendah sebesar 3,32 persen
Sejak pandemi melanda wilayah Banten, BPS mencatat terdapat 1,84 juta orang yang terdampak Covid-19 atau 19,18 persen. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 205 ribu orang, karena Covid-19 28 ribu orang, tidak bekerja karena Covid-19 103 ribu orang dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 1,51 juta orang.
Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 6,21 juta orang atau naik 170 ribu orang dibanding Agustus 2019. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebersar 0,65 persen poin.
Sebanyak 2,73 juta orang atau 49,17 persen bekerja pada kegiatan informal, naik 7,04 persen poin dibanding Agustus 2019. Selama setahun terakhir (Agustus 2019–Agustus 2020), persentase pekerja formal turun sebesar 7,04 persen poin.
Hingga berita ini diturunkan, TitikNOL masih berupaya mengkonfirmasi Kepala BPS Provinsi Banten Adhi Wiriana. Namun WhatsApp dari wartawan telah dibaca karena bercentang biru. Bahkan, saat dihubungi melalui telepon pun tidak diangkat.
Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, sebetulnya provinsi tidak memiliki pengangguran. Jumlah pengangguran yang ada di Pemprov merupakan akumulasi dari data pengangguran yang ada di kabupaten dan kota.
“Kalau provinsi nggak punya penganggur, yang punya pengangguran adalah kota kabupaten, data agregasi untuk masuk provinsi,” katanya saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten kemarin.
Ia menyebutkan, problematika pengangguran bukan hanya tanggung jawab Pemprov saja, melain tanggung jawab kabupaten kota yang memiliki wilayah. Ditambah, kondisi ini diperparah dengan banyaknya industri yang minggat atau bangkrut akibat dampak pandemi Covid-19.
“Kalau bicara pengangguran itukan bukan tanggung jawab gubernur saja. Makin banyak kota kabupaten semakin besar presentasi pengangguran provinsi. Begitu ekonomi tidak terlepas dari sistem ekonomi secara makro, makanya itu indikator makro masuknya pengangguran, pertumbuhan. Ketika ekonomi bangsa ini lagi jatuh, ya ke bawahnya jatuh,” ungkapnya.
Terlebih lagi, laporan terakhir yang diterimanya, perhari ini ada 30 ribu pekerja di Tangerang yang dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan. Sehingga, agregasi pengangguran semakin bertambah di Banten.
“16 ribu lebih industri, sebagian bangkrut, mem-PHK. Di Tangerang Kota saja 30 ribuan udah. Tangerang Kota saja ada 30 ribu di PHK tadi. Perusahaan alas kaki, karena udah nggak bergerak, kasarnya kan keluar negeri udah enggak bisa, daya beli masyarakat berkurang,” jelasnya.
Saat disinggung lulusan SMK jadi penyumbang terbanyak pengangguran, pria yang kerap disapa WH itu menerangkan, banyak jurusan SMK yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Ditambah, skill atau kemampuan individunya tidak mumpuni sesuai standar kapasitas perusahaan.
“Karena SMK yang tidak sesuai kebutuhan kerja atau skill. Ketidakmampuan mereka, karena mereka rata-rata jurusan yang tidak diperlukan oleh industri. Kimia, farmasi, dibutuhkan sekarang, Candra Asri membutuhkan begitu banyak tenaga kerja yang bisa diserap, tapi ternyata prodak dan output dari pendidikan enggak ada, terbatas, itu aja persoalannya,” terangnya.
Untuk langka kedepan, pihaknya mengaku akan mengadakan seminar dengan SMK yang ada di Banten untuk menyesuaikan jurusan dengan kebutuhan yang diperlukan industri. Agar, setiap siswa yang lulus dapat langsung mendapat pekerjaan sesuai skill dan kemampuannya.
“Disnaker lagi ngumpulin agar disesuaikan dengan kebutuhan. Kemarin perindustrian terbuka kebutuhan tenaga kerja untuk skill tertentu apa. Kemarin kita dapat informasi awal, perlu ada perbaikan di perubahan prodi, SMK-nya juga agar bisa menyesuaikan,” tukasnya. (Son/TN1)