TANGSEL, TitikNOL - Setara Institute mendorong Bawaslu RI dan KPU RI memberikan perhatian khusus pada wilayah-wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi, salah satunya perhatian khusus itu di daerah pemilihan (Dapil) Banten III.
Pasalnya, Setara Institute dalam pantauannya di Dapil Banten III menemukan praktek mafia suara Pileg. Mafia itu diduga menggunakan tangan-tangan penyelenggara Pemilu di setiap tingkatan wilayah.
Untuk itu, atas dasar temuan Setara Institute, Polri dan Pusat Pelaporan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) didorong untuk memonitor tindak pidana pemilu legislatif dan dugaan aliran-aliran uang yang dioperasikan oleh calon dan partai tertentu.
"Berbagai modus kecurangan untuk melipatgandakan suara dilakukan oleh caleg-caleg secara melawan hukum dan nyaris tanpa teguran dari para pengawas maupun penyelenggara Pemilu pada level yang lebih tinggi," terang Ismail Hasani, selaku Direktur Eksekutif Setara Institute, Selasa (23/4/2019).
Lebih lanjut, Ismail Hasani yang tak lain Dosen Fakultas Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menambahkan, bahwa temuannya itu dapat dikemukakan dengan melihat perintah memasang C-1 di setiap kelurahan terjadi setelah tiga hari dari waktu pemungutan suara.
Menurutnya, pemasangan C-1 itupun tidak dipasang semua sesuai jumlah TPS, hanya ditujukan untuk menggugurkan perintah UU dan PKPU.
Penemuan lain seperti C-1 yang dipajang di Kelurahan diduga kuat telah dipoles dan diubah angka-angka perolehan suaranya secara melawan hukum.
"Dugaan penjualan C-1 pada calon-calon tertentu dan menghambat calon lain memperoleh C-1. Kecurangan itu juga terjadi adanya dugaan penguasaan saksi-saksi khususnya diinternal partai oleh calon-calon tertentu, sehingga saksi lain tidak bisa masuk. Padahal perintah UU, rekapitulasi dilakuan secara terbuka," ungkap Ismail.
Meski demikian, Ismail pun menduga C-1 TPS yang dibiarkan kosong meskipun seluruh saksi TPS menandatanganinya. Situasi ini memungkinkan perubahan angka-angka perolehan suara saat rekapitulasi di TPS. (Don/TN1).