BANTEN, TitikNOL - TNI AL melalui Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidros), merilis hasil investigasi terkait pipa gas bocor di Perairan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, beberapa waktu yang lalu.
Tim menemukan pipa gas dalam keadaan patah diduga akibat terkena jangkar kapal.
Setelah kejadian, pihak China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) selaku pemilik pipa gas bawah laut saat itu meminta bantuan TNI AL untuk menginvestigasi kebocoran pipa gas.
Tim Pushidros kemudian diturunkan untuk meneliti penyebab bocornya pipa gas tersebut.
"Alhamdulillah Pushidros sekarang sudah mampu untuk memberikan jawaban tentang situasi bawah air pasca terjadi patahnya pipa gas bawah laut," kata Kepala Pushidros Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro, kepada wartawan saat menggelar konfrensi pers di Horison Forbis Hotel Serang, Jumat (20/7/2018).
Harjo mengungkapkan, investigasi bawah laut yang memakan waktu sekitar satu minggu tersebut, tim menemukan pipa dalam keadaan patah dan terdapat goresan akibat benda tajam yang diduga jangkar kapal.
Selain itu, ada juga bekas garukan tanah selebar 4 meter dan kedalaman 2 meter.
"Diduga adanya benda keras yang membuat pipa itu patah. Indikasi benda keras kalau ada garukan di tanah selebar 4 meter kedalaman 2 meter kemungkinan yang paling ada adalah di laut yaitu besi, logam yang jatuh dan diperkirakan itu adalah jangkar," jelasnya.
Menurutnya, hasil itu didapat salah satunya dengan menggunakan metode side scan sonar yang mampu mendeteksi di kedalaman dasar laut.
Pipa gas yang awalnya ditanam di bawah laut itu didapati bengkok akibat tekanan gas saat pipa tersebut patah akibat terkena benda diduga jangkar.
Adapun dugaan terkena jangkar kapal itu dilihat dari bekas goresan yang mengenai pipa gas. Selain itu, benda keras di bawah laut dipastikan hanya jangkar kapal yang bisa merobek pipa gas karena beban jangkar mencapai 6 ton.
Lebih lanjut Harjo mengungkapkan, sesuai peraturan Internasional, seharusnya di wilayah yang terdapat instalasi listrik atau pipa di bawah laut tidak boleh ada aktivitas kapal sejauh 1.750 meter. Apabila terdapat aktivitas, sudah barang tentu ada pelanggaran.
"Jadi dalam UNCLOS 82, itu aturan internasional itu disebutkan bahwa apabila ada instalasi bawah air di situ pemerintah akan menentukan daerah terlarang sejauh 1750 meter dari kanan kiri tidak boleh ada kegiatan labuh jangkar ataupun kegiatan bawah air di situ," terang dia.
"Kalau seandainya ada didapati kapal melaksanakan kegiatan itu ada atau tidak ada kerusakan itu sudah pelanggaran," sebutnya.
Untuk hasil investigasi tim Puhidros, selanjutnya akan diserahkan ke pihak kepolisian sebagai bahan penyelidikan. Penyerahan hasil dilakukan dalam waktu dekat.
"Secepatnya hasil investigas akan kita serahkan ke Polair untuk bahan penyelidikan," tukasnya. (Ardi/TN1).