SERANG, TitikNOL - Studi Kelayakan atau Feasibillity Study (FS) untuk pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten tahun 2018, dalam pemeriksaan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.
Proyek tersebut diduga bermasalah, setelah Kejati Banten menilai belanja jasa Konsultan senilai Rp800 juta dinilai fiktif atau diduga menjadi bahan korupsi.
Hari ini, kamis (29/8/2019) Kejati Banten memanggil lima orang untuk dimintai klarifikasi, di antaranya mantan Sekretaris Dindikbud Banten Djoko Waluyo dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kegiatan tersebut bernama Rizal.
Dalam pengakuannya kepada TitikNOL Rizal mengatakan, proses pemanggilan oleh Kejati Banten dalam tahap klarifikasi terkait studi kelayakan.
"Cuma ditanya soal pengadaan lahan, intinya sih masalah murni soal FS. Lumayan dari pagi soalnya sampai setengah enam, sekitar lebih dari 20 pertanyaan," katanya saat ditemui di Kejati Banten.
Ia juga membawa dokumen sebagai alat bukti, untuk membantah studi kelayakan yang dinilai fiktif. Karena dalam penilaiannya, para konsultan telah mengerjakan tupoksinya sesuai dengan prosedur.
"Delapan konsultan itu mengerjakan pekerjaannya. Di surat kontrak pun ada berita acaranya. Di situ juga yang bertanda tangan pejabat pengadaan, bahwa 100 persen dilaksanakan," ujarnya.
"Kalau dikatakan fiktif nggak lah. Kalau bicara fiktif berarti nggak ada ya, cuma sekedar SPJ mungkin ya, ini kan nggak. Bukti foto udara ada, bukti mereka kunjungi titik lokasi juga ada," terangnya.
Baca juga: Kejati Periksa Mantan Sekdis Dindikbud Banten Soal Proyek Lahan
Menurutnya, kasus ini menjadi masalah setelah adanya pimpinan yang tidak sepakat atau tidak menyetujui pengadaan lahan untuk dieksekusi melalui surat yang dikatakan oleh BPKAD Provinsi Banten pada tanggal 27 Desember 2018.
Padahal, persiapan proyek pengadaan lahan dan studi kelayakan sudah ditempuh sesuai prosedur dan tinggal melakukan transaksi dengan pemilik lahan.
"Terakhir pada saat saya mau mengeksekusi membuat nota dinas pengajuan anggaran, itu ada surat dari kepala BPKAD tanggal 27 Desember, salah satu poinnya bilang Apraisal merupakan bagian dari pengadaan lahan, namun pimpinan tidak menyetujui untuk dieksekusi dilakukan," tegasnya.
Namun saat ditanya delapan konsultan menerima fee, Rizal mengaku tidak mengetahuinya dengan alasan PPTK hanya bertugas untuk mendampingi dan meninjau kinerja dari konsultan.
"Saya nggak tahu, itu tidak termasuk dalam pertanyaan yang ditanyakan ke saya dan masalah konsultannya siapa saya nggak tahu, karena bukan urusan saya sebagai PPTK, yang boleh mengusulkan konsultan itu pejabat pengadaan," kilahnya.
Senada dengan mantan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten Djoko Waluyo yang keberatan dengan studi kelayakan atau FS dinilai fiktif. Pasalnya, dirinya ikut terjun langsung dalam seleksi pengadaan lahan.
"Kalau fiktif itu jauh sekali, karena hasilnya ada bisa diuji. Tidak mungkin kan hasil itu ada dengan ukuran-ukuran. Kalau tidak dilakukan di lapangan ukuran itu tidak ada. Sulit dibantah lah kalau itu diduga fiktif," katanya.
Malah kata Djoko, anggaran serapan sebanyak Rp1,1 miliar untuk dana operasional tidak terserap. Sehingga dalam pelaksanaan tahap seleksi lahan, pihaknya harus merogoh kocek kantong pribadi.
"Mungkin lebih bagus ditanyakan pada Kasubag program, katanya saya dengar informasi beliau terima surat tanggal 27 perihal itu. Dan surat itu datang, saya sudah tidak di Dindik lagi, saya sudah di Jakarta, karena saya sudah berhenti di tanggal 26," tukasnya. (Son/TN1)