Terkuak, Ini Kata Dokter Soal Kematian Mendadak Warga Dua Hari Minum Air Galon

Kediaman almarhum ibu yuli warga Lontarbaru, Kecamatan Serang, Kota Serang. (Foto: TitikNOL)
Kediaman almarhum ibu yuli warga Lontarbaru, Kecamatan Serang, Kota Serang. (Foto: TitikNOL)
SERANG, TitikNOL - Yuli, salah satu warga Lontarbaru, Kecamatan Serang, Kota Serang, menjadi perbincangan warga net lantaran pernah tidak makan selama dua hari dan hanya minum air galon.

Selang empat hari kemudian, wanita yang memiliki empat orang anak meninggal dunia pasca mendapatkan bantuan dari sejumlah relawan dan intansi. Kejadian ini menurut medis termasuk dalam kategori suddent death atau mati mendadak.

Mengenai hal ini, salah satu dokter ternama di Banten dr. Muhammad Rezaalka Helto angkat bicara. Menurutnya, penyebab kematian almarhum tidak mungkin faktor dari kelaparan selama dua hari. Sebab, proses kerja organ tubuh ditentukan oleh glukosa.

Ia menjelaskan, mekanisme tubuh untuk bekerja memerlukan glukosa. Glukosa hanya didapat melalui makanan. Sederhananya, jika orang kurus banyak makan akan menjadi otot. Kemudian, apabila makan lebih banyak lagi jadinya glukosa, terus jadi lemak. Sehingga, struktur tubuh mulai berotot, lalu seterusnya berlemak.

Jika mengalami tidak makan, kata dr Reza, glukosa akan memecah otot untuk menghasilkan energi. Semakin kurus ototnya, tubuh akan memecah lemak. Proses pemecahan lemak bisa memakan waktu satu minggu. Jadi, kecil kemungkinan almarhum meninggal akibat tidak makan.

“Kasus itu sih jarang orang dua hari meninggal, karena tubuh punya mekanisme sendiri dan minum air galon. Saya lihat fostur almarhum nggak kurus, cadangan proteinnya tidak bisa 2 hari habis. Malah orang yang kurus masih hidup. Kemungkinan kematian penyebabnya bukan kelaparan,” katanya saat dihubungi TitikNOL (23/04/2020).


Ia menyebutkan, kasus kematian ini termasuk dalam kategori suddent death. Kebanyakan, orang mati mendadak disebabkan oleh serangan jantung atau stroke. Namun biasanya, hal ini terjadi apabila pasien memiliki riwayat darah tinggi dan dimotori oleh stres mendadak. Sehingga, tiba-tiba saraf psikologis mengalami pecah pembuluh darah.

“Kemungkinan jantung ada, itu sangat mungkin. Apalagi Cuma 2 hari (tidak makan), itu termasuk meninggal mendadak. Kalau tidak jantung, stroke bisa,” ujarnya.

Beberapa penelitian di Taiwan, ada orang yang meninggal akibat kaget pada saat terjadi gempa kecil. Sesuatu yang datang tiba-tiba itu, resiko jantung lebih tinggi. Akibatnya, denyut jantung bisa sampai 160 melebihi batas normal dari angka 60-100. Hal itu bisa sangat tinggi merusak fungsi jantung.

“itu sangat bisa sekali, misalkan stres karena pekerjaan atau aktivitas sehari-hari, tiba-tiba naik motor kesenggol orang itu bisa meningkatkan sebuah hormon fotpisol. Nah itu yang buruk untuk jantung. Stres sangat bisa meningkatkan resiko jantung,” terangnya.

Namun untuk membuktikan kejelasan gejalanya, pasien harus menjalankan visum atau autopsi. Agar, tidak ada persfektif liar atau multi tafsir dalam menentukan suatu penyakit. Terlebih, almarhum merupakan korban dampak sosial ekonomi dari pandemi virus Corona.

“Nggak bisa harus divisum, autopsi namanya. Penyakit jantung itu suddent death atau meninggal tiba-tiba bisa disebabkan penyakit jantung atau strooke. Biasanya dua organ itu, kalau nggak otak, jantung. Memastikannya harus di autopsi,” jelasnya.

Dikatakan dr Reza, potensi penyakit jantung dibagi pada dua tipe usia. Semakian usia mengalami penuaan, maka lebih tinggi lagi resiko penyakit jantungnnya. Disarankan, setiap bulan melakukan medical cek up, karena pembuluh darah makin rapuh pada usia lebih tua.

“Untuk menghindari penyakit jantung semakin usia tua diatas 40 tahun tipe 1, diatas 60 tahun tipe 2. Sehingga sekalinya terjadi stres itu bisa menimbulkan resiko jantung lebih tinggi. Jangan lupa juga berhenti merokok,” tukasnya. (Son/TN1)
Komentar