JAKARTA, TitikNOL – Dianggap lamban tangani kasus korupsi mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mengajukan gugatan praperadilan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gugatan dilayangkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dengan nomor register: 165/Pid.Prap/2016/PN-Jaksel. Adapun materi gugatan yang diajukan soal lambannya penanganan kasus dugaan korupsi alat kesehatan (Alkes) Provinsi Banten tahun 2012 yang tengah ditangani KPK.
Dikatakan Koordinator MAKI Boyamin, sejak tiga tahun lalu pasca kasus korupsi Alkes ditangani KPK, namun hingga saat ini belum ada lagi kejelasan penuntasan hukum yang dilakukan oleh KPK.
“Ulang tahun sebanyak 3 kali adalah sebuah rekor yang tentunya buruk dalam rangka pemberantasan korupsi,” ujar Boyamin saat dihubungi wartawan, Selasa (20/12/2016).
Menurut Boyamin, proses penyidikan hampir dapat dikatakan selesai karena telah memeriksa saksi dan tersangka. Selain itu, pengumpulan dan penyitaan alat bukti, keterangan ahli dan audit kerugian Negara dari BPK sekitar Rp30,2 miliar. Namun sampai dengan saat ini perkara belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
“Upaya gugatan Praperadilan ini adalah sebagai bentuk lecutan cambuk kepada KPK untuk segera menuntaskan perkara ini,” tegasnya.
Selain itu tambahnya, dalam korupsi Alkes, pengadilan Tipikor sudah menjatuhkan vonis kepada adik Ratu Atut Chosiyah yakni Tubagus Chairi Wardana alias Wawan. Harusnya kata Boyamin, vonis yang dijatuhkan kepada Wawan selaku pihak swasta, diikuti dengan tindakan tegas KPK kepada Ratu Atut Chosiyah.
“Dengan status Wawan hanya berprofesi pihak swasta maka semestinya Atut dengan posisi Gubernur seharusnya mendapatkan tindakan yang lebih tegas dari KPK sehingga gugatan praperadilan ini sebagai uji nyali sejauh mana keberanian KPK dalam menangani kasus Ratu Atut Chosiyah,” tandasnya.
Boyamin pun menyayangkan tindakan KPK pasca adanya statement Ketua KPK Agus Raharjo, yang akan menunda proses hukum korupsi di Banten dengan dalih menunggu Pilkada.
“Dengan statement ini membuktikan KPK tidak tegak lurus menegakkan hukum dan keadilan. Menunda sama dengan Menghentikan. Keadilan yang tertunda adalah bukan keadilan. Justice delayed, justice deniyed,” tukasnya. (Red)