TitikNOL - Ketika seseorang dinyatakan meninggal oleh dokter, sanak keluarga yang melayat bertanya, "Di mana jenazahnya?" Saat hendak dimandikan, amil yang akan memandikan berkata, "Tolong bantu angkat jenazahnya." Ketika akan dishalatkan, imam berkata, "Mari kita shalatkan jenazah ini." Begitu juga saat hendak dikuburkan, tukang gali kubur bilang, "Jenazahnya turunkan pelan-pelan."
Sejak dinyatakan meninggal, seseorang tidak lagi dipanggil dengan nama, gelar, jabatan, kedudukan, suku, dan embel-embel lainnya. Bahkan, saat fisiknya masih ada di depan mata. Ia dipanggil dengan satu kata, "jenazah".
Kematian akan menghampiri setiap anak manusia. Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk selalu bersiap diri pada kematian. Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, "Rasulullah SAW ditanya tentang beratnya kematian, Beliau SAW bersabda, "Kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba."
Dalam riwayat Imam Bukhari diceritakan, ketika ajal datang menghampiri, Beliau SAW berkata, "Sesungguhnya pada (setiap) kematian terdapat sekarat...." Itulah sebabnya para sahabat Nabi mempersiapkan kematian dengan sangat sungguh-sungguh. Diriwayatkan, ketika menghadapi hari-hari kematiannya, Abu Bakar As-Shiddieq RA sering membaca surah Qaaf [50] ayat 19.
Abu Bakar berpesan kepada putrinya Aisyah, "Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit."
Ketika Umar bin Khattab RA ditusuk oleh seseorang, sahabatnya bernama Abdullah bin Abbas RA datang menjenguknya. Dia berkata, "Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu berjihad bersama Rasulullah saat orang-orang (lain) malas. Saat Rasulullah SAW wafat dia sudah ridha denganmu."
Umar kemudian berkata, "Ulangi ucapanmu!" Maka diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, "Celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu itu."
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak hingga darah mengalir ke janggutnya, Utsman bin Affan RA berkata, "Tidak ada Tuhan selain Engkau (ya Allah), Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu dan pertolongan-Mu atas segala persoalanku dan aku memohon pada-Mu diberikan kesabaran atas ujian ini."
Menjelang kematiannya, Ali bin Abi Thalib RA berkata, "Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku?" Mereka menjawab, "Kami telah menangkapnya." Ali berkata, "Beri makan dan minum dia dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jika aku mati, pukullah dia sekali pukul saja. Jangan kalian tambahkan sedikit pun."
Ali kemudian berpesan kepada putranya Hasan RA agar memandikannya. Ia berkata, "Jangan berlebih-lebihan dalam mengafaniku. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras."
Para sahabat yang mulia itu mempersiapkan diri menjelang kematiannya. Karena itu, tak ada kata lain bagi kita kecuali segera bertobat. Ibnul Jauwzi berkata, "Menyesal sekali seorang hamba, semakin banyak dosanya semakin sedikit istighfarnya. Dan semakin dekat dengan kuburnya semakin kuat penyimpangannya."
Setelah kematian merenggut seseorang dan ruhnya kembali kepada Allah, fungsi organ tubuhnya masih tersisa beberapa saat. Hatinya bertahan sepuluh menit, matanya bertahan dua jam, tulangnya bertahan tiga puluh hari, dan selebihnya dia akan bertemankan amal-ibadahnya di alam kubur.
Nasihat Ibnul Qayyim menarik untuk direnungkan. Beliau berkata, "Jalanilah hidup setiap hari seakan-akan hari terakhir dalam hidupmu. Kelak hari (terakhir) itu akan benar terjadi dalam hidupmu." Dan Ali Zaenal Abidin membuat puisi penutupnya, "Menjadi (orang) asing bukanlah karena mengunjungi Suriah dan Yaman. Menjadi asing adalah saat masuk liang lahat dan berbungkus kain kafan." Wallahu a'lam.
Sumber: www.republika.co.id