SERANG, TitikNOL – Jumat 12 Agustus merupakan tanggal bersejarah bagi Gubernur Banten Rano Karno. Pasalnya, tepat di tanggal itu, dirinya resmi menjabat sebagai Gubernur Banten definitif, setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta.
Banyak suka duka serta tantangan yang dialami oleh Rano Karno dalam menjalankan roda pemerintahan, pasca terjadinya pergeseran kepemimpinan orang nomor satu di Banten dari Ratu Atut Chosiyah kepadanya.
Berikut ini adalah sekelumit pidato dari Gubernur Banten Rano Karno, yang diterima oleh redaksi TitikNOL, Sabtu (13/8/2016), yang berisi tentang kesan dan pesan dirinya selama memimpin Banten.
1 Tahun Penempuhan:
Tentang Banten, Tentang Kita
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Hari ini. 12 Agustus, tepat setahun silam saya mengucap sumpah dan ikrar. Dalam sorotan kamera dan di bawah banyak tatapan mata, Presiden RI melantik saya sebagai Gubernur Banten definitif. Tentu ada rasa bahagia. Tapi sejujurnya, hati saya lebih banyak diselimuti ribuan tanya. Benak saya berkecamuk. Mengapa Allah memberi cobaan seberat ini? Sanggupkah saya?
Sekonyong-konyong saya teringat pada filosofi warga Baduy, “Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung.” Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung. Saya sepenuhnya percaya, hidup memang sudah ada yang mengatur. Saya biarkan semua berjalan secara alamiah.
Maka perjalanan menjadi Gubernurpun dimulai. Hari-hari kehidupan saya dipenuhi dengan seunggun urusan birokrasi. Bertemu dengan banyak orang, dengan berbagai karakter dan watak. Lalu tanggungjawab pun demikian berat saya pikul. Begitu banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan dan saya beruntung, karena bersama saya berkumpul para birokrat yang tangguh dan loyal. Yang memberikan saya penyelesaian-penyelesaian alternatif ketika aral melintang jalan atau kebuntuan tiba-tiba menghadang. Pada kesempatan ini, di hari yang monumental untuk hidup saya, saya sangat berterimakasih kepada mereka. Sebagai Gubernur yang tak memiliki wakil, saya harus bekerja ekstra keras. Tanpa jajaran yang kuat mendukung, apalah artinya saya.
Di hadapan publik, sebagai Gubernur, saya memang dituntut untuk selalu prima. Saya tidak bisa menyalahkan masyarakat. Tuntutan seperti itu tentu sangat lumrah. Masyarakat Banten tidak mengharapkan pemimpin yang lembek dan suka merengek. Namun ada satu hal yang perlu khalayak tahu, saya hanya manusia biasa. Seorang lelaki yang selalu merindukan rumah--sebuah tempat kembali yang ramah. Di sana saya menjumpai tempat untuk mengutarakan keluh kesah. Tempat menyandarkan bahu ketika saya begitu lelah. Dialah yang pertama kali saya peluk ketika saya harus menitikkan air mata. Dia yang menyematkan selimut ketika saya menggigil kedinginan. Dia juga yang pertama kali melihat saya marah jika ada persoalan yang membelit. Dewi Indriati, namanya. Dialah muara kebaikan hidup saya. Tidak pernah ada seorang pemimpin yang berhasil tanpa kehadiran seorang istri yang hebat di sampingnya. Untuk itulah, dengan segala kebaikannya, saya sangat beruntung memiliki Dewi. Terimakasih, untuk sang kekasih.
Satu tahun memang tidak cukup untuk menjadikan Banten sebagai provinsi terunggul di Indonesia. Masih banyak persoalan yang harus diselesaikan. Infrastruktur rusak, jalan-jalan rusak. Sekolah banyak yang roboh. Tahu. Saya tahu itu! Apa yang bisa saya lakukan dengan 1 tahun? Tetapi saya tak ingin berhenti menyemangati diri sendiri. Satu tahun berarti ada 365 hari. Jika 1 hari saya anggap sebagai 1 peluang. Berarti ada 365 peluang yang bisa saya wujudkan agar masyarakat Banten sejahtera dan saya berusaha melakukannya hingga detik ini. Alhamdulillah sedikit demi sedikit upaya itu mulai terbentuk.
Di dalam tulisan ini, saya tidak hendak jumawa untuk menjelaskan apa saja yang sekarang sudah mulai terbangun. Ada 12 proyek nasional yang sejak dua tahun terakhir dirintis, sekarang sudah mulai digarap. Rilis BPS pada tanggal 1 Juli 2016 menyebut bahwa pada tahun 2015, IPM Banten telah mencapai 70,27, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 69, 89. IPM Banten jauh lebih baik dibandingkan Jawa Barat (69,50), Jawa Tengah (69,49) dan Jawa Timur (68,95). Berarti status Indeks Pembangunan Manusia Banten meningkat dari sedang menjadi tinggi.
Ketika sah duduk sebagai Gubernur definitif, tak sedikit orang yang meragukan kepemimpinan saya. “Ngapain si Doel, jadi Gubernur? Udah sono jadi tukang lenong lagi,” ungkap mereka. Untuk persoalan ini, tak perlu saya nafikkan bahwa saya memang memiliki latar belakang seniman. Saya tak menyangkal kehidupan saya sebagai orang film memengaruhi cara dan logika kerja saya. Ada yang disebut sebagai triangle system dalam membuat film dan triangle system yang saya pahami itu ternyata juga tidak jauh berbeda dengan urusan tata kelola di semua lini pekerjaan.
Pertama, adalah penulis skenario. Tidak mungkin kita bisa membuat sesuatu tanpa perencanaan yang matang. Skenario adalah perencanaan. Dan perencanaan itu harus dilalui mulai dari ide, riset dan seterusnya. Di Banten, saya beruntung karena dibantu oleh para “penulis skenario” yang baik dan brilian. Kedua, adalah produser. Tugasnya menyiapkan perkara-perkara produksi, menjabarkan pembiayaan, melakukan rekruitmen, hingga strategi marketing bagaimana produk itu kelak dijual.
Banten memiliki nilai (value) yang luar biasa dan saya sangat berbahagia bisa bekerjasama dengan “para produser” yang cerdas dan terukur. Ketiga, adalah sutradara. Jangan berpikir bahwa sutradara memiliki otoritas yang lebih dibanding unsur lainnya. Sutradara memang eksekutor di lapangan. Tapi ia mengeksekusi berdasarkan kesepakatan dengan penulis skenario dan para poduser.
Di sini, saya ingin menegaskan bahwa membangun Banten tidak bisa semena-mena. Harus jelas perencanaannya, jelas ukurannya sehingga ketika “dieksekusi” bisa terwujud target yang diharapkan.
Sebagai gubernur Banten, saya sadar, masih banyak kekurangan. Saya haturkan maaf bila belum semua pihak puas dengan langkah yang saya pijak. Tetapi saya percaya bahwa niat baik yang dilaksanakan dengan baik akan mendapatkan manfaat yang baik.
Pada setiap kritik yang datang, perkenankan saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga. Kritik yang baik, saya percaya datang dari itikad baik, cinta yang dalam dan kehendak bangkit bersama. Dalam kritik yang baik, saya yakin tak tersimpan hasad, hasut, dengki, lebih-lebih kebencian.
Terakhir, saya tak akan jenuh menyuarakan panggilan. Saya mengajak kepada seluruh masyarakat Banten agar kita Bangkit dari keterpurukan menuju Banten yang lebih maju dan sejahtera.
Salam takzim saya untuk seluruh warga Banten.
H. Rano Karno, SIP