Selasa, 17 September 2024

Akan Panggil Dindikbud, Inspektorat Banten Telusuri Keganjilan Peruntukan BOSda

Ilustrasi. (Dok: Inilahbanten)
Ilustrasi. (Dok: Inilahbanten)

KOTA SERANG, TitikNOL - Inspektorat Provinsi Banten, tengah menelusuri adanya dugaan keganjilan peruntukan Biaya Operasional Sekolah daerah (BOSda) yang anggarannya bersumber dari APBD.

Hal itu dilakukan, karena penggunaan dana Bosda 2020 dianggap tidak sesuai dengan amanat Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 31 tahun 2018 tentang pendidikan gratis bagi siswa SMA/SMK dan Skh negeri yang ada di Provisi Banten.

Dalam Pergub 31/2018 pada Pasal 10 dijelaskan, penggunan dana Bosda bisa digunakan untuk seluruh kegiatan dalam rangka PPDB, pembelian buku teks pelajaran, buku untuk koleksi perpustakaan, kegiatan pembelajaran remedial, pengayaan, olah raga dan kesenin.

Lalu, untuk karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, kegiatan ulangan harian, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa, hingga pembelian komputer untuk kegiatan belajar, termasuk untuk pemberian bantuan transportasi bagi siswa miskin.

Namun fakktanya, dana Bosda tahun 20202 ini seluruhnya dialihkan untuk belanja pegawai Non ASN, tanpa adanya sosialisasi dengan sekolah.

Kepala Inspektorat Banten, E Kusmayadi dikonfirmasi wartawan mengaku terkejut dengan adanya kebijakan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindkbud), yang mengalokasikan seluruh dana Bosda untuk belanja pegawai Non ASN.

“Untuk merubah alokasi penggunaan dana Bosda harus memiliki dasar hukum. Kami akan telusuri siapa yang merubah alokasi dana Bosda seluruhnya untuk belanja pegawai Non ASN,” ujar Kusmayadi, Rabu (22/7/2020).

Ia mengungkapkan, berdasarkan keterangan sementara dari Plt Kepala Dindikbud Banten M Yusuf, bahwa Dindik baru pekan depan akan mengajukan revisi Pergub.

”Infonya baru minggu depan Dindikbud akan merevisi Pergub,” imbuhnya.

Baca juga: Komisi V Sebut BOSDa Tidak Bisa Dibelanjakan Kuota Siswa, Gubernur Salah Informasi?

Menanggapi hal itu, penggiat anti korupsi Banten, Uday Suhada, mengaku heran dengan statemen gubernur di salah satu media online, yang membolehkan penggunaan dana Bosda oleh sekolah untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan guru untuk pembelajaran daring selama masa pendemi. Sementara sekolah sendiri tidak pernah menerima dana Bosda tersebut.

”Saya menduga, selama ini gubernur hanya menerima laporan ABS (Asal Bapak Senang) dari staf dan orang kepercayaannya atau hanya sekadar pencitraan diri kepada para kepala sekolah dan masyarakat menjelang Pilgub dua tahun mendatang,” ujar Uday.

Uday pun menyarankan kepada gubernur, untuk sesekali turun ke sekolah menanyakan kepada para kepala sekolah, apa sesungguhnya yang terjadi di sekolah terkait pengelolaan dan peruntukan dana Bosda tahun ini.

”Sesekali gubernur coba turun ke lapangan dan berdialog dengan kepala sekolah. Lagian setiap sekolah memiliki kebutuhan dan jumlah murid yang berbeda-beda, sehingga tentu penerimaan anggaran Bosnas dari pemerintahan pusat juga pasti berbeda. Jangan semua digeneralisir jumlah murid dan kebutuhan sekolah yang ada di Tangerang Raya dengan yang ada di Kabupaten Lebak dan Pandeglang itu sama,” jelas Uday, yang kini tengah mengadukan pengadaan komputer dan lahan untuk SMKN 7 Kota Tangsel ke KPK.

Sementara Plt Kepala Dindkibud Banten M Yusuf menjelaskan, bahwa program sekolah gratis adalah program membebaskan beban orang tua atau wali murid melalui sharing dana bantuan operasional sekolah yang bersumber dari APBD dan program pendidikan menengah universal (PMU) yang dananya bersumber dari APBN.

“Sedangkan operasional sekolah, adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan kegiatan proses belajar mengajar yang terdiri dari biaya personal dan biaya non personal,” jelas Yusuf baru baru ini.

Baca juga: Dana BOSDa Diperuntukan Belanja Pegawai, Kepsek SMA/SMK di Banten Menjerit

Ia mengatakan, dalam sharing BOS sudah berjalan sebagaimana mestinya dengan adanya Bosda dan Bosnas yang diatur dalam Juknis Penggunaan Dana BOS oleh Mendikbud. Sedangkan penggunaan Bosda diatur oleh Pergub Banten Nomor 31 Tahun 2018.

"Bosda tidak pernah digunakan untuk belanja pegawai, namun digunakan untuk belanja jasa, yakni gaji guru non-PNS,” tegasnya.

Menurut Yusuf, alokasi belanja pegawai diatur dalam belanja tidak langsung (BTL) yang penerimanya harus memenuhi syarat tertentu, karena dalam sistem kepegawaian negara yang lebih dikenal dengan sebutan ASN dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

”Selain kedua jenis pegawai, ASN dan PPPK itu, dalam praktek pemerintahan terdapat pegawai lain yang membantu pemerintah namun statusnya belum diakui oleh Undang Undang ASN yakni tenaga honorer,” katanya lagi.

Jadi, sambung Yusuf, untuk menjembatani orang atau individu yang membantu pemerintahan melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan, maka digunakanlah tenaga non-ASN dengan memberikan upah atau jasa yang anggaraannya berasal dari APBD.

Dijelaskan juga, dana Bosda adalah sharing dana bantuan operasional sekolah untuk membiayai personal dan non personal di sekolah milik Pemprov Banten, sesuai semangat Pergub Banten Nomor 31 Tahun 2018 terkait pelaksanaan pendidikan gratis.

”Alokasi Bosda ditujukan untuk menutupi beban biaya terbesar dalam pengelolaan sekolah, yaitu beban tenaga pengajar yang mempunyai kompetensi tenaga pendidik untuk memenuhi syarat KBM (kegiatan belajar mengajar) yang sampai saat ini belum bisa dipenuhi oleh tenaga pendidik dari unsur PNS,” katanya.

Baca juga: Catat! Gubernur Sebut Siswa Dapat BOSDa Rp5.500.000 Pertahun

Lebih jauh Yusuf mengungkapkan, tenaga pendidik di lingkungan Pemprov Banten terdiri dari tenaga pendidik ASN dan non-ASN yang berjumlah 14.352 orang. Rinciannya, untuk guru ASN berjumlah 5.627 orang dan non-ASN sebanyak 8.725 orang.

”Jika dikonversikan ke dalam operasional sekolah maka beban terbesar terletak pada beban biaya tenaga pendidik itu, baik ASN maupun non-ASN,” tukasnya. (Ril/Son/TN1)

Komentar