Senin, 25 November 2024

Anggaran Maksimal, Tapi Tren Penindakan Korupsi di Banten Melandai

SERANG, TitikNOL - Banten Bersih bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan hasil riset tren penindakan kasus korupsi di Banten sejak 2018, 2019, 2020. Riset ini dibuat untuk memantau kinerja penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Baik itu yang dilakukan Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.

Tahun ini, pemantauan tren penindakan kasus korupsi dilakukan mulai dari Januari hingga April 2021. Riset ini bertujuan untuk melakukan pemetaan korupsi yang disidik penegak hukum. Selain itu, riset bisa mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas data penanganan kasus korupsi pada institusi penegak hukum baik di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.

Koordinator Banten Bersih Deny Surya Permana mengatakan, hasil temuan Banten Bersih, tren penindakan pada Januari-April 2021 ditemukan jumlah kasus penindakan sebanyak 4 kasus dengan tersangka 7 orang. Potensi kerugian dari kasus yang ditangani sebanyak 4 kasus itu sebanyak Rp4 miliar.

Empat kasus yang disidik adalah proyek cleaning service RS Sintanala Kota Tangerang, korupsi BOS UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Angsana Pandeglang, korupsi dana hibah pondok pesantren dan terakhir dugaan korupsi pengadaan lahan UPT Samsat Malingping, Lebak.

"Korupsi yang terjadi dari empat kasus itu ada di sektor kesehatan, pendidikan, keagamaan dan pertanahan. Modus yang muncul yaitu proyek atau kegiatan fiktif, penyalahgunaan anggaran, pemotongan anggaran dan mark up," katanya di salah satu cafe di Kota Serang, Kamis (29/4/2021).

Berdasarkan latar belakang tersangka, ditemukan 3 orang berprofesi Aparatur Sipil Negara (ASN), 3 orang swasta dan 1 pegawai honorer. Sedangkan jumlah 4 kasus yang ditangani semuanya dilakukan oleh Kejaksaan. Kepolisian dan KPK pada periode Januari-April masih nihil.

Karena riset penindakan korupsi di Banten oleh Banten Bersih telah dilakukan dari 2018, riset ini juga memotren kinerja penegakan hukum. Pada 2018, Kepolisian melakukan penindakan 4 kasus, 2019 0 kasus, 2020 2 kasus dan periode 2021 Januari-April sebanyak 0 kasus.

Kejaksaan pada 2018 1 kasus, 2019 8 kasus, 2020 4 kasus dan periode 2021 Januari-April sebanyak 4 kasus. Kemudian KPK, pada 2018 hanya menangani satu kasus. Sedangkan sejak 2019 hingga 2021 masih kosong.

"Banten Bersih juga melakukan perbandingan dengan jumlah anggaran yang diterima oleh aparat penegak hukum. Pada 2020, Polda Banten dan jajaran menerima anggaran untuk penanganan kasus korupsi sebanyak Rp3,6 miliar. Sedangkan kasus yang disidik berjumlah 2 kasus. Padahal di tahun itu, target kasus yang ditangani adalah 20 kasus," ungkapnya.

Sedangkan, pada 2021 target kasus yang ditangani adalah 21 dengan nilai anggaran Rp3,7 miliar. Namun, hingga April belum ada kasus yang masuk kategori penyidikan.

“Kita menggunakan DIPA 2021, ini anggaran kepolisian dalam satu tahun anggaran 2021, kepolisian memiliki target menangani 21 kasus,” ujarnya.

Sementara, Kejaksaan pada 2020 memiliki target 8 kasus dengan anggaran Rp1,4 miliar. Kasus yang disidik sebanyak 4 kasus pada waktu itu. Dan pada 2021, Kejaksan memiliki target 8 kasus dengan anggaran Rp1,5 miliar namun di bulan April penanganan kasusnya sudah 4 perkara yang naik pada penyidikan.

Berdasarkan catatannya, selama empat tahun terakhir, penindakan kasus korupsi yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan selalu dibawah target kasus yang ditetapkan.

Di sisi lain, pihaknya mendesak institusi penegak hukum harus melaporkan pertanggung jawaban penggunaan anggaran penyidikan kasus korupsi dan detail yang masuk pada tahap penyidikan (deskripsi kasus, nama tersangka, nilai kerugian negara). Hal tersebut sejalan dengan mandate UU Nomor 14 Tahin 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan mengenai alokasi anggaran yang diberikan kepada institusi penegak hukum berdasarkan kinerja. Penguatan kelembagaan Inspektorat penting dilakukan untuk meminimalisir terjadinya korupsi di Pemerintahan Daerah," tegasnya.

Menanggapi riset Banten Bersih, Akademisi Untirta Rizky Godjali mengatakan, ada tren melandai dan stagnan dari tahun 2018 dalam upaya pemberantasan korupsi oleh penegak hukum. Padahal, dengan potensi anggaran negara baik dari pemerintah pusat dan daerah, tren penindakan oleh penegak hukum dinilai masih minim.

“Ini masih sangat kecil belum optimal sekali apa yang ditunjukan aparat penegak hukum di Banten terkait penindakan kasus korupsi. Mengapa? Ini perlu dikonfirmai ke APH terkait ini, mengapa membuat target sedikit. Kinerja rendah ini apakah dipengaruhi beberapa faktor, apakah APH itu dalam menanganai kasus tidak hanya soal korupsi. Ini jadi salah satu?,” imbuhnya.

Kemudian, pihaknya mempertanyakan penindakan kasus korupsi di Banten tidak optimal. Apakah jumlah laporan yang sedikit dibandingkan potensi kasus. Atau apakah ini terkait dengan kualitas dan kuantitas penegak hukum di Banten.

“Apakah dari penindakan korupsi yang dikerjakan kejaksaan dan kepolisian dari investigasi murni atau laporan. Ini menarik seberapa konsen APH membuat investigasi murni bukan hanya dari laporan masyarakat dan lembaga lainnya,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Pokja Hukrim Banten Wahyudin menyampaikan, penidakan kasus korupsi di banten lebih banyak leading sektor di Kejaksaan. Sejauh ini, sebaran atau segmentasi korupsi di Banten lengkap. Mulai dari pendidikan di Pandeglang ramai soal dana BOS yang ditangani Kejaksaan, kebencanaan diramaikan selter korupsi, bahkan hibah keagamaan pun jadi dikorupsi.

"Saya membayangkan bidang keagamaan saja jadi bahan korupsi. Kini dihebohkan dengan pemotongan dana hibah Ponpes. Bidang keagamaan tidak steril dari tindakan korupsi. Kami bertanya apakah APH disibukan dengan kegiatan lain dari pada fungsinya. Anggaran penindakan di Kepolisian sangat besar, tapi apakah anggaran itu direfocusing atau tidak pada saat pandemi?," paparnya.

Di samping itu juga, pihaknya menilai KPK di Banten sudah terlalu lama tidak ada gerakan apa-apa. Kopsugrah KPK sering rapat di Banten tapi kasus Ponpes tidak terdeteksi. Tapi pada sistemnya menggunakan e-hibah dengan cara di upload, tapi tanpa verifikasi.

"Saya mengecek kemarin ada nama pesantrennya (di e-hibah), tapi pas di cek ke tingkat RT, itu tidak mengetahui ada Ponpes," tuturnya. (Son/TN1)

Komentar