Sabtu, 23 November 2024

BRIN dan PT. Indonesia Power Kembangkan Teknologi Produksi Garam Tanpa Lahan di PLTU Suralaya

BRIN dan PT Indonesia Power kembangkan teknologi produksi garam tanpa lahan di PLTU Suralaya. (Istimewa).
BRIN dan PT Indonesia Power kembangkan teknologi produksi garam tanpa lahan di PLTU Suralaya. (Istimewa).

CILEGON, TitikNOL - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi produksi garam tanpa lahan. Proyek percontohan digarap di PLTU Suralaya dengan memanfaatkan air buangan atau rejected brine dari PLTU.

Air buangan di PLTU merupakan air laut yang digunakan pada boiler pembangkit listrik, untuk diubah menjadi air tawar melalui proses pemisahan kadar garam dan air tawar (desalinasi).

Air tawar tersebut kemudian diisikan ke boiler untuk diubah menjadi uap panas, agar turbin pembangkit listrik dapat bergerak. Proses desalinasi itu menyisakan air buangan karena PLTU hanya membutuhkan air tawar untuk menggerakkan turbin.

Proses desalinasi menyisakan tumpukan garam yang selama ini tidak diolah dan dibiarkan tanpa manfaat. Para peneliti dari BRIN mulai mengkaji dan melakukan inovasi agar air buangan bisa diolah menjadi garam industri yang memenuhi standardisasi.

"Jadi yang kita lakukan untuk pengembangannya, maka kita bisa memproduksi garam tanpa menggunakan lahan penggarapan. Jadi menggunakan mesin di mana dari air laut itu kita bisa pisahkan garam dan air bersihnya," kata Kepala Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia BRIN, Hens Saputra dalam keterangan persnya yang diterima TitikNOL, Kamis (16/12/2021).

Prosesnya, air buangan (rejected brine) PLTU yang belum termanfaatkan itu diproses menggunakan mesin yang terdiri dari unit pretreatment, membrane, dan kristalizer. Rejected brine dimurnikan natrium klorida atau NaCl-nya terhadap mineral lain seperti Ca, Mg, Sulfat dan kandungan lain menggunakan membrane secara bertingkat mulai dari ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis.

"Jadi kita dapat dua produk sekaligus yaitu garam dan air bersih. Nah di sini keuntungannya proses di sini tidak tergantung dari cuaca dan musim, kalau di lahan kan berarti kalau musim hujan menurun," ujarnya.

Selain menghasilkan garam dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan garam industri chlor alkali plant (CAP), peralatan ini menghasilkan air bersih atau air tawar yang siap digunakan dan dapat dikonsumsi.

Dengan implementasi ini, peneliti berharap dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus, yakni teknologi ramah lingkungan yang dapat menghasilkan air minum untuk wilayah pesisir maupun untuk air proses industri serta menghasilkan garam yang dibutuhkan oleh industri CAP.

"Ini adalah merupakan mini pilot plant, riset yang harus dibuktikan desain anak bangsa, desain BPPT bekerja sama dengan PT Indonesia Power untuk divalidasi tentang biaya operasi dan perekonomiannya dan sebagainya dan kita akan optimalisasi lagi supaya investasi yang kami desain 100.000 ton (garam) per tahun ini betul-betul sangat efektif dan efisien. Harapannya kita bisa mendapat data optimasi yang lebih baik,"ungkapnya.

Proyek percontohan pertama ini dikembangkan di PLTU Suralaya dengan target 100 ribu ton garam per tahun. Tujuan utama proyek inovasi ini adalah mengurangi ketergantungan garam impor. Sebab, permasalahan garam nasional adalah produksi dalam negeri belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan kualitasnya di bawah SNI sebagai garam industri. (Ardi/TN3).

Komentar