SERANG, TitikNOL – Sejumlah buruh di Provinsi Banten melakukan aksi unjukrasa di depan gerbang Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Curug, Kota Serang, Rabu (18/11/2020). Dalam aksinya, buruh mendesak Gubernur Banten Wahidin Halim untuk menaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Dalam rangkaian aksinya, mereka membawa poster yang bertuliskan tuntutan sambil menyanyikan lagu perjuangan untuk menjaga semangat dalam demontrasi.
Sofian Soni, perwakilan buruh dari Kabupaten Lebak mengatakan, UMK di Lebak merupakan yang paling kecil dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya. Bahkan mencapai setengahnya dari daerah lain. Maka, tidak ada alasan untuk menaikan UMK.
“Upah buruh harus naik, tidak ada kata tidak naik. Kami meminta upah buruh harus naik. Apalagi Lebak paling rendah. Belum Rp3 juta udah engap, gimana hidup kami,” katanya saat berorasi.
Pihaknya meminta dengan hormat kepada Gubernur Banten Wahidin Halim untuk mewujudkan harapannya. Mengingat, upah sebagai penyambung hidup para buruh.
“Dengan sangat hormat kepada Gubernur Banten, upah buruh harus naik, berapapun naiknya terserah, yang penting naik. Buat layak hidup. Saya sedih di Kabupaten Lebak sangat kecil sekali. Mudah-mudahan pemerintah khususnya Gubernur menaikan gaji,” ungkapnya.
Senada dengan perwakilan buruh Kota Cilegon Rudi Sahrudi. Menurutnya, buruh merupakan tulang punggung laju perekonomian di Provinsi Banten. Sebagian besar masyarakat Banten berprofesi sebagai buruh. Maka, sudah menjadi kewajiban Gubenur Banten mengangkat harkat martabat buruh dengan menaikan upah.
“Harkat martabat buruh harus dihormati. Banten tulang punggungnya ada di buruh. Jangan mau diinjak-injak. Lawan tidak usah takut. Kita membela kesejahteraan buruh. Bukan hanya soal pekerja saja, bagaimana yang di rumah? UMK jangan dikebiri oleh Gubernur,” ucapnya.
Ia meminta, Pemprov Banten untuk konsisten menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) pasal 38 tentang pengupahan, bukan berpatokan pada surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang sudah jelas bukan prodak hukum serta tidak pro pada buruh.
“Mereka lebih mengedepankan surat edaran yang bukan prodak hukum. PP 38 yang dulu diagungkan tidak dijalankan,” terangnya.
Ia menegaskan, upah merupakan urat nadi bagi keberlangsungan hidup keluarga buruh. Maka, pihaknya tidak segan-segan untuk melawan segala bentuk penindasan terhadap buruh.
“Kami siap melawan Gubernur Banten. UU no 11 saja sudah ditandatangani Presiden masih kami lawan, apalagi ini yang belum disetujui. Tidak usah ada yang ditakutkan kalau benar. Upah adalah urat nadi, kalau upah dikebiri bagaimana dengan kehidupan kita,” tegasnya.
Saat demo berlangsung, perwakilan buruh dipanggil untuk beraudiensi dengan Gubernur Banten. Namun pada faktanya, mereka tidak bisa bertemu dengan orang nomor satu di Banten dengan alasan tidak ada di ruang kerjanya.
Salah satu perwakilan buruh mengaku kecewa dengan sikap Gubernur yang seolah-olah mempermainkannya. Atas kejadian itu, mereka mengindikasikan bahwa Pemprov tidak peduli pada nasib buruh.
“Kalau saya punya kebijakan, Pilkada Gubernur agar dipercepat kawan-kawan. Sudah tidak tahan dengan kondisi ini. Tidak ada alasan upah tidak naik kawan-kawan. Bukannya menemui, malah kita disuruh menemui kursi kosong,” paparnya tanpa memperjelas alasan agar Pilgub Banten dipercepat.
Ia menyebutkan, sudah beberapa kali menggelar aksi menuntut keadilan, namun tidak pernah Gubernur Banten menemui dan menyerap langsung aspirasi dari buruh. Mereka menilai pimpinan tertinggi di Pemprov Banten seolah cuci tangan.
“Ini pemerintah yang dibilang cuci tangan. Dimana keadilan, beberapa kali aksi tidak pernah ditemui. Tidak ada penjelasan keluar kemana, rapat apa? Tidak ada. Itu menutup diri, sudah bahaya. Padahal pemimpin dipilih oleh buruh juga. Tidak semua orang padahal, hanya beberapa orang saja,” tukasnya. (Son/TN1)