SERANG, TitikNOL - Potret kemiskinan sepertinya masih menjadi persoalan yang sulit untuk dituntaskan di wilayah Kabupaten Serang.
Terlebih bagi warga yang berusia lanjut, terbatasnya pekerjaan lantaran usia yang semakin lanjut membuat peluang menang dalam persaingan ekonomi semakin kecil.
Hal itu membuat sejumlah orang yang lanjut usia melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan hidup. Meski harus hidup tidak layak, mereka tetap menjalaninya karena tidak ada pilihan.
Seperti yang dialami kakek Misja (64) Bin Salman. Lelaki lanjut usia warga kampung Pabuaran, Desa Sentul, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang ini sudah bertahun-tahun hidup sebatang kara di rumahnya yang terbuat dari bilik bambu dan atas daun kelapa atau welit.
Rumah berdinding bilik yang sudah mulai bolong - bolong tak jarang sebagian rumahnya ditambal oleh terpal. Kaki-kaki rumah yang sudah mulai rapuh atap welit yang bolong dan hanya beralaskan tanah.
Bahkan kakek Misja harus tidur di sebuah bale-bale berukuran kecil. Isi rumah yang tak karuan dan masak dengan kayu bakar tersebut menjadi saksi bisu kehidupannya selama ini.
Saat memasuki rumahnya melalui pintu samping yang cukup sempit, tampak tak ada barang mewah di dalamnya. Hanya kumpulan pakaian bekas, tempat tidur dan juga peralatan memasak yang ada di sana.
Rumahnya pun tampak gelap, meski di siang hari lantaran kondisi rumah kakek Misja yang tak memiliki jendela atau pun ventilasi udara.
Tak hanya itu, saat hujan datang, dirinya harus sibuk dengan baskom atau pun ember untuk menampung butiran hujan tersebut.
Dirinya mengaku sudah puluhan tahun tinggal di rumah yang merupakan tanah warisan orang tuanya dan sejak pertama dibangun, rumahnya sampai saat ini memang belum pernah sekalipun direhab.
“Maklum orang enggak punya, orang enggak punya mah ya enggak punya,” kata Kakek Misja ditemui di rumahnya, Selasa (21/11/2017).
Kakek Misja pun bercerita kondisinya yang jauh dari kata cukup ini sempat memiliki seorang istri. Namun karena kondisi perekonomiannya yang demikian membuat sang istri pun memilih kembali ke orang tuanya.
Dari hasil pernikahannya itu dirinya pun tak memiliki buah hati. Sehingga saat masa tua, tak ada buah hati yang menemaninya.
“Anak enggak punya, istri pulang ke rumah orang tuanya. Yah sudahlah namanya juga gini orang enggak punya,” ungkapnya.
Sehari-hari, pria yang akrab disapa mbah Misja itu menghabiskan waktunya untuk membersihkan areal pemakaman yang tidak jauh dari tempatnya tinggal.
Tak ada bayaran rutin untuk sekedar memberi nilai materi pada pekerjaannya yang amat mulia itu. Namun pekerjaan itu tetap saja dilakukannya dengan ikhlas. Menurutnya, apa yang dilakukan itu yang terpenting memiliki berkah.
“Sehari-hari nyapu kuburan, gak ada yang ngegaji. Paling kalau pas ada yang lewat suka ngasih uang, gula, kopi dari orang BTN (komplek perumahan),” lanjutnya.
Saat dikunjungi, tubuhnya yang sudah renta ini sedang dalam kondisi sakit yang membuatnya tak mampu lagi bekerja berat.
Meski demikian, dirinya tetap berdiri dan berangkat untuk membersihkan makam agar tubuhnya tidak hanya tertidur dan mengandalkan pemberian orang lain.
Selain membersihkan makam, dirinya pun suka membantu orang untuk bertani walau tak banyak yang mempekerjakannya, namun hal itu tetap disyukurinya.
”Kalau enggak lagi menbersihkan makan suka bantu tandur (menanam padi), kadang ada dikasih untuk makan dan kopi,” katanya.
Walau kondisi saat ini jauh dari kata cukup apalagi mewah, dalam hati kecilnya dia berharap suatu saat rumahnya tersebut bisa mendapatkan perbaikan.
Untuk saat ini, ia memang belum mampu melakukannya, bahkan untuk sekedar bermimpi pun dirinya masih merasa takut.
“Sudah sering ada yang foto-foto juga, dari Jakarta juga ada,” harapnya. (Gat/red)