SERANG, TitikNOL – Aktivitas penebangan pohon secara masif di kawasan Gunung Pinang, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, kembali memicu sorotan publik. Kawasan yang dikenal sebagai hutan negara itu kini mengalami kerusakan serius akibat pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Tampomas Putraco.
Kerusakan tersebut terlihat dari kawasan hutan yang gundul, menyisakan tanah merah dan batang pohon yang telah ditebang. Kondisi ini memantik kekhawatiran atas potensi kerusakan lingkungan yang lebih luas, seperti ancaman banjir, longsor, serta hilangnya fungsi ekologis Gunung Pinang sebagai paru-paru wilayah Serang.
Menyikapi hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Ban- ten, Wawan Gunawan, Kamis (1/ 5) melalui pesan tertulisnya menjelaskan, berdasarkan hasil rapat dengan Perhutani yang dilakukan pada Selasa (29/4) aktivitas yang dilakukan Tampomas Putraco dihentikan. Alasannya, perusahaan tersebut tidak mengantongi izin.
“Sesuai dengan kewenangan bahwa pengelolaan Gunung Pi-nang berada di PT Perhutani. Namun karena dokumen izin lingkungannya belum dikantongi me-reka, maka aktivitas penebangan kayu dan alat berat yang ada di Gunung Pinang oleh PT Tampomas Putraco untuk dihentikan sampai ada ijin lingkungannya,” katanya.
Kawasan Gunung Pinang berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani berdasarkan kewenangan yang diberikan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 287 Tahun 2022. Regulasi ini mengatur pengelolaan khusus pada sebagian kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Banten, Perhutani mengelola sekitar 36 ribu hektar dari total 94 ribu hektar kawasan hutan, sementara sisanya masuk dalam kategori Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
“Gunung Pinang termasuk ke dalam area yang dikelola langsung oleh Perhutani,” jelas Kepala Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten, Wawan, dalam keterangannya.
Namun, aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh mitra Perhutani, yakni PT Tampomas Putraco, memantik kontroversi karena diduga tidak sejalan dengan prinsip konservasi dan pengelolaan berkelanjutan. Bahkan, perusahaan tersebut dianggap mengabaikan komunikasi dengan masyarakat sekitar dan aparat wilayah.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten, Budi Darma, menyatakan bahwa pihaknya telah meminta PT Tampomas Putraco untuk menghentikan seluruh aktivitas penebangan dan operasional alat berat di Gunung Pinang. Ia juga menekankan pentingnya pelibatan publik dan musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) dalam proses sosialisasi dan konsultasi atas setiap bentuk pemanfaatan kawasan hutan.
“Harus ada konsultasi publik dan transparansi kepada warga Gunung Pinang serta Muspika agar tidak menimbulkan keresahan,” ujarnya.
Keresahan itu sendiri telah memuncak pada Rabu, 30 April 2025. Ratusan warga Kecamatan Kramatwatu turun ke jalan dan menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Perhutani. Massa memprotes aktivitas pembukaan lahan dan menuntut penghentian proyek yang mereka nilai merusak kelestarian hutan lindung.
Aksi unjuk rasa yang dimulai sejak pagi tersebut sempat diwarnai tindakan vandalisme, seperti coretan pada dinding kantor Perhutani sebagai bentuk kemarahan warga. Ketua Karang Taruna Kecamatan Kramatwatu, Sumarga, mengatakan bahwa demonstrasi ini merupakan bentuk spontanitas warga setelah berbagai keluhan mereka tidak ditanggapi.
“Ini bukan aksi yang direncanakan lama. Tapi kekhawatiran warga atas kondisi Gunung Pinang yang makin rusak membuat kami turun ke jalan,” kata Sumarga.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang tercantum di laman resmi Perhutani, diketahui bahwa sejak 8 April lalu, Perum Perhutani KPH Banten telah menjalin kerja sama operasional dengan PT Tampomas Putraco terkait pengelolaan lahan di kawasan tersebut. Namun, kesepakatan ini kini tengah dalam sorotan publik dan akan dievaluasi ulang menyusul tekanan dari masyarakat dan pemerintah daerah.
Gunung Pinang sendiri selama ini dikenal sebagai kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis, sejarah, dan budaya bagi masyarakat Serang dan Banten secara umum. Aktivitas yang mengancam keberlangsungan kawasan ini dinilai akan berdampak luas, mulai dari potensi bencana alam hingga hilangnya ruang hidup flora dan fauna lokal.
Pemerintah daerah bersama instansi terkait kini diminta untuk segera mengambil langkah tegas dalam menghentikan segala bentuk perusakan lingkungan serta mengkaji ulang perjanjian pengelolaan kawasan hutan dengan pihak swasta. (ADV)