JAKARTA, TitikNOL - Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy mengatakan jadwal pembahasan revisi Undang-Undang (UU) No.8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipastikan akan dilakukan pada masa sidang kali ini.
Hal itu diutarakan oleh Lukman setelah melakukan rapat kerja denganMenteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin kemarin (18/1/2016).
"Rapat dengan Mendagri, 18 Januari 2015 Revisi UU Pilkada untuk menghadapi Pilkada serentak tahun 2017 yang tahapannya akan dimulai bulan april dan mei 2016 ini harus bisa menjawab berbagai macam masalah teknis pelaksanaan pilkada serentak 2015 yang lalu," ujar Lukman Edy di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini ada dua belas masalah yang terjadi di Pilkada serentak tahap pertama 9 desember 2015 lalu yang perlu dibenahi dalam UU Pilkada. Pertama, menyempurnakan akurasi daftar pemilih, karena dibeberapa daerah masih ditemukan perbedaan daftar pemilih yang ada di Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Kedua, alat peraga yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbukti tidak effektif. "Perlu ada revisi karena berpengaruh terhadap tingkat partisipasi pemilih," ujarnya. Ketiga, mekanisme undangan kepada pemilih yang masih banyak mendapat pengaduan masyarakat.
"Perlu ada terobosan yang effektif sehingga hak warga negara mendapatkan jaminan untuk mengikuti Pilkada. Ini juga untuk menjawab tingkat partisipasi pemilih (tahun ini hanya 60 persen dari target 67 persen)," ungkapnya.
Keempat, ketidaknetralan penyelenggara Pilkada di tingkat Kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Menurutnya, cara rekruitmennya harus ditata ulang. Kelima, ketidaknetralan PNS dan aparatur daerah lainnya yang harus ada sangsi yang tegas dan mempunyai efek jera. Keenam, politik uang yang melibatkan pasangan calon, tim sukses dan penyelenggara pilkada yang masih banyak terjadi.
"Harus ada sangsi yang tegas dan mempunyai efek jera, serta ada substansi anti politik uang," tegasnya. Ketujuh, mekanisme pemungutan suara ulang harus lebih detail. Kedelapan, membuka ruang lebih luas kepada kader-kader bangsa untuk ikut dalam Pilkada. "Tidak dibatasi dengan keharusan mundur bagi PNS, TNI, dan Anggota DPR/DPRD," tuturnya.
Kesembilan, petahana yang mencalonkan kembali perlu ada syarat-syarat untuk memberikan jaminan kualitas petahana. "UU ini harus memberikan pembatasan kepada petahana yang gagal dengan ukuran-ukuran yang objektif," jelasnya.
Kesepuluh, memasukkan norma pasangan calon tunggal dalam UU. Kesebelas, jika memungkinkan di evaluasi kembali soal jadwal pilkada serentak, serta konsekuensi waktu setiap tahapan yang ada.
"Keduabelas, menyempurnakan kembali soal peradilan Pilkada sehingga bisa menjamin keadilan dan kebenaran," pungkasnya. (Bar/Red)