Rabu, 23 Oktober 2024

Duh, Keuangan Pemprov Banten Defisit Rp600 Miliar

Ilustrasi keuangan. (Dok: Solopos)
Ilustrasi keuangan. (Dok: Solopos)

SERANG, TitikNOL - Defisit anggaran membayangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2016 Pemprov Banten. Besarannya tak main-main, mencapai Rp600 miliaran. Sejumlah cara dilakukan, salah satunya merasionalisasi kegiatan-kegiatan yang dianggap boros sesuai arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seperti perjalanan dinas, sewa hotel, dan honorarium tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Hudaya latuconsina, dalam keterangan persnya, di gedung Bappeda Banten, Selasa (31/5/2016). Sebelumnya, Gubernur Banten Rano Karno mengumpulkan seluruh kepala SKPD dikumpulkan di ruangan Kepala Bappeda untuk membahas progres rencana aksi.

"Posisi keuangan Pemprov Banten saat ini mengalami defisit sekitar Rp600 miliar. Sementara SilPA tahun lalu Rp1,19 triliun saat ini tersisa Rp7 miliar. Jadi bayangkan berapa itu kekurangannya," kata Hudaya.

Ia menjelaskan, defisit anggaran tersebut antara lain karena kebutuhan anggaran seperti penambahan anggaran Pilgub untuk KPU, Bawaslu, dan pihak keamanan. Selain itu, penyerataan modal untuk pembentukan Bank Banten sekitar Rp350 miliar, penyertaan modal Bank Jabar Banten Rp50 miliar, penyertaan modal jamkrida, dan lainnya.

Saat ini pemprov sedang mengupayakan menutupi kekurangan anggaran tersebut dengan berbagai langkah, antara lain merasionalisasi APBD 2016 dan mengerem kegiatan-kegiatan yang tidak memungkinkan dilaksanakan di tahun ini, seperti proyek-proyek pekerjaan kosntruksi di DBMTR dan DSDAP.

"Defisit itu nanti ditutupi dengan rasionalisasi dan meng-cut off proyek-proyek yang berpotensi bermasalah karena tidak akan selesai di tahun ini. Sesuai arahan Gubernur Banten  agar sejumlah program Pemprov Banten yang berpotensi bermasalah di akhir tahun nanti ditunda saja. Beliau tidak ingin masalahn MCK terulang lagi," tegasnya.

Ia meluruskan penggunaan kata pemangkasan program yang digunakan berbagai media. Menurutnya, bahasa yang tepat yaitu mengoptimalisasi dan efektifitas program.

"Jadi tidak ada istilah pemangkasan program, arahannya dari pimpinan, mengoptimalisasi, mengefektifkan program, dengan catatan hal-hal yang mengkhawatirkan menjadi kendala akhir tahun lebih baik jangan dilaksanakan," ujar Hudaya.

Program yang dinilai berpotensi bermasalah tersebut ada disejumlah SKPD khususnya yang memiliki anggaran besar, seperti Dinas SDAP, Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), dan beberapa SKPD lain.

Mislaya rencana pembanguna asrma BLKI senilai Rp45 miliar yang  proses pembangunannya membutuhkan waktu pekerjaan delapan bulan. 

"Itu berpotensi menimbulkan masalah karena sekarang masuk bulan ke enam, sehingga diperhitungkan pembangunan tidak akan selesai di tahun ini. Untuk meyakinkan, ada perubahan cara kerja dengan dicicil strukturnya dulu senilai Rp25 miliar, tapi Sekda lebih baik cut off (dihentikan) saja, jangan dilakukan," katanya.

Program lainya di Disnakertrans, ada rencana pembangunan workshop under water welding dengan nilai proyek sekitar Rp17 miliar, itu dipastikan gagal juga karena diperkirakan berpotensi menimbulkan masalah.

"Masalah lain di Sindang Heula, sudah dialokasikan Rp84 miliar, yang terserap diperkirakan hanya Rp45 miliar. Timbul masalah karena masyarakat minta kenaikan harga lagi. Kemudian Lisdes (Listrik Masuk Desa) nilainya Rp35 miliar, masalah, karena Permendagri nomor 14 2016 yang telah melakukan perubahan, ternyata syarat penerima listrik masuk desa, masyarakat miskin itu kan tidak berbadan hukum, itu kan tidak mungkin, masyarakat tidak ada berbadan hukum nilainya Rp35 miliar, kemudian RTLH 300 unit kali Rp60 juta," ujarnya. (Kuk/red)

Komentar