SERANG, TitikNOL - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tengah merancang usulan regulasi Izin Penambangan Rakyat (IPR) yang bakal dikirimkan kepada Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Aturan ini bakal menjadi payung individu, kelompok atau koperasi dalam usaha tambang.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Banten, Deri Dariawan, menyebut pihaknya menyerahkan usulan regulasi itu pada awal 2025. Menurutnya saat ini ribuan penambang yang merupakan masyarakat lokal di wilayahnya menjalani aktivitas secara turun-temurun, khususnya pada Kecamatan Cikotok, Kabupaten Lebak.
Para penambang mendapatkan ilmu secara turun temurun dari nenek moyangnya sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka membuat lubang galian tambang menggunakan metode konvensional yang sangat sederhana bersama bantuan alat manual seperti pacul, pahat, sekop tanpa mesin guna menghasilkan material logam diantaranya emas.
"Pada 2025 tambang rakyat mulai kita garap, usulannya kita ajukan kepada Menteri. Saat ini pemerintah kabupaten dan kota sedang menginventarisir wilayah yang diperbolehkan untuk dijadikan lahan tambang," kata Deri ditemui di ruang kerjanya, Senin (16/12/2024).
Deri menjelaskan, penambang logam memiliki dua metode yaitu open bid dengan mengupas lapisan dengan menggali ke bawah berbentuk lingkaran, sedangkan underground dengan membuat lubang ke bawah kemudian menggalinya lurus ke depan.
"Dalam pelaksanaannya tambang rakyat ini banyak risikonya, atau bisa dibilang tinggi. Pertama karena tidak menggunakan mesin modern. Yang berikutnya juga mereka belum dilengkapi pengetahuan yang layak untuk menambang," ujarnya.
Terlebih, lanjut dia, penambang juga seringkali memilih kimia merkuri untuk menjadi alat pemisah material logam dengan batuan. Hal itu menuai pencemaran lingkungan dan ekosistem sungai juga laut.
"Merkuri ini ketika mengalir di air dia tidak terurai, akhirnya tertelan ikan yang juga dikonsumsi manusia kemudian Bbsa menyebabkan penyakit dalam pada orang yang mengkonsumsi ikan itu. Begitu juga pada tumbuhan pun sama," ucapnya.
Di samping itu, ada juga para penambang yang membuka galian di kawasan yang masuk dalam Taman Nasional Halimun Salak (TNHS). Deri menyebut ini sebuah pelanggaran karena merupakan daerah konservasi.
"Cikotok itu sebagian wilayahnya masuk dalam TNHS, kalau menambang di situ ya gak boleh. Makanya dengan adanya IPR ini yang bisa kita bina nanti dibuatkan izinnya agar semua bisa diatur," pungkasnya.
Dia menambahkan usulan regulasi tersebut juga mengatur tentang luas wilayah tambang perorangan maupun kelompok maksimal 5 hektare, sedangkan koperasi hingga 10 hektare. Adapun aturan lainnya adalah lubang galian tidak lebih dari 100 meter, dengan klasifikasi wajib warga lokal wilayah dimaksud atau telah berdomisili minimal 5 tahun. (RZ/TN)