PANDEGLANG, TitikNOL - Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten Hendry Gunawan menyayangkan kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang anak yang dilakukan oleh paman kandungnya di Majasari, Pandeglang, diselesaikan dengan cara damai. Menurutnya, kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang tak memiliki ruang perdamaian dalam hukum Indonesia.
“Perlu dicek lagi apakah ada kemungkinan paksaan, ancaman, atau bahkan transaksional yang terindikasi sebagai bentuk eksploitasi dalam proses perdamaian terhadap korban dan keluarganya. Apalagi, saat ini korban sedang hamil 9 bulan,†kata Hendry, Jumat (17/2).
Menurut laki-laki yang akrab disapa Gunawan ini, tindak kekerasan seksual terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Pasal 81 dan 82 menyatakan, tindakan kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak pidana dan dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Apabila tindakan ini dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang memiliki hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan lebih dari 1 orang secara bersama-sama, maka pidananya akan ditambah 1/3 dari ancaman pidananya.
Kekerasan seksual terhadap anak, kata Gunawan, merupakan delik biasa atau delik murni. Artinya, pelaku dapat dituntut secara pidana oleh negara meskipun tidak ada laporan atau pengaduan dari korban atau pihak lain. Pelaku pencabulan tetap dapat dipidana meskipun korban telah berdamai dengan pelaku dan proses hukum tetap berlanjut walaupun pihak korban telah memaafkan perbuatan pelaku. Menurut informasi dan laporan yang diterima Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten, kasus ini sudah masuk tahap penyelidikan Polres Pandeglang.
“Kami mendapatkan informasi bahwa kasus ini sudah dilaporkan oleh korban dan keluarganya ke Unit PPA Polres Pandeglang di awal Januari lalu. Tentu kami berharap upaya damai yang dilakukan oleh pelaku dan keluarga korban tidak menghalangi proses penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan, karena kita sepakat bahwa upaya damai dalam kejahatan seksual itu tidak dibenarkan,†jelasnya.
Gunawan melanjutkan, dalam banyak kasus, banyak korban yang tidak mau terbuka terhadap apa yang diminta. Hal ini biasanya diperparah dengan keluarga yang tidak mendukung korban untuk melaporkan kasus tersebut. Sementara dalam kasus yang di Pandeglang ini, Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten bersyukur laporan kasus ini sudah masuk dan dan perlu dikawal secara bersama-sama.
“Tentu ini akan menjadi preseden buruk ke depan jika kasus kekerasan seksual bisa diselesaikan dengan mencabut laporan dan melakukan upaya perdamaian, karena pelapor sebenarnya tidak dapat secara sepihak mencabut laporan pidana delik murni setelah dilaporkan ke polisi. Delik murni sendiri merupakan jenis tindak pidana yang dianggap sebagai kejahatan publik yang tidak hanya menimpa pelapor, tetapi juga melanggar kepentingan umum,†ujarnya.
Dalam paparannya, Gunawan berharap bahwa kasus yang melibatkan anak sebagai korban agar dapat diproses lebih lanjut, sehingga kasus menjadi terang benderang dan pelaku yang merupakan paman kandung dari korban dapat menerima konsekuensi hukum dari perbuatan pidana yang dilakukan kepada keponakannya sendiri.
“Untuk itu, saat ini kami telah berkoordinasi dengan Komnas Perlindungan Anak Kabupaten Pandeglang untuk dapat terus mengawal dan mendampingi kasus ini hingga pelaku dapat diproses secara hukum dan mendapatkan hukuman yang setimpal dan keadilan bagi korban dapat ditegakkan,†pungkasnya. (*)