SERANG, TitikNOL - Pemprov Banten telah mengajukan pinjaman daerah kepada PT. SMI, dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca pandemi virus Corona melanda Babten.
Dalam tahap pertama, DPRD Provinsi Banten telah menyepakati melakukan pinjaman daerah sebesar Rp856 miliar masuk pada postur APBD Perbuhan. Namun, Rp430 miliar dari pinjaman itu dialokasikan untuk pembangunan sport center.
Akademi Untirta Iksan Ahmad mengatakan, pembangunan sport center melalui skema pinjaman daerah yang dilakukan oleh Pemprov Banten kepada PT. SMI dalam rangka PEN, merupakan suatu pemaksaan.
Sebab, dalam pasal 4 Peraturan Manteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah, pada huruf (b) disebutkan pemerintah daerah wajib memiliki program atau kegiatan pemulihan ekonomi daerah yang mendukung program PEN.
"Dalam perspektif PMK, jelas ada dugaan kuat bahwa pekerjaan pembangunan sport center tersebut dibuat seolah-olah bagian dari program PEN, dengan menambahkan dan memaksakan nomenklatur tersebut dengan pola padat karya," katanya dalam rilis yang dikirim ke TitikNOL, Senin (28/9/2020).
Ia menyebutkan, semestinya Pemprov Banten hati-hati dalam mengambil kebijakan yang akan berdampak kepada masyarakat banyak. Kebijakan itu jangan sampai menimbulkan potensi maladministrasi sebagai salah satu mata rantai munculnya potensi korupsi.
"Jika hal ini terjadi maka betapa zalimnya Pemprov Banten, karena melakukan kebohongan publik tentang padat karya program sport center dan tetap membebani masyarakat untuk membayar hutang dari pinjaman tersebut," ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan stetmen Sekda Banten Al Muktabar yang menyebutkan pembangunan sport center adalah bagian dari program pemulihan ekonomi masyarakat dan akan merekrut tenaga kerja sebanyak 7.500 orang.
Padahal, PT. PP sebagai pelaksana pekerjaan sport center, diduga hanya mempekerjakan 170 tenaga kerja yang berasal dari 5 perusahaan SubKon. Terlebih, pinjaman tersebut pengembaliannya dibebankan kepada masyarakat selama 10 tahun kedepan. Hal ini jelas merugikan masyarakat Banten yang sangat membutuhkan sokongan pemerintah untuk survival akibat pandemik Covid-19.
"Sekda Banten, mudah-mudahan dapat menjelaskan hal ini kembali, jangan sampai pola padat karya yang di gembor-gomborkan hanya untuk memuluskan pinjaman ke PT. SMI dalam kerangka mengejar target RPJMD, yakni membangun kawasan strategis Provinsi Banten," terangnya.
Senada dengan pengamat Indef Nailul Huda. Menurutnya, seharusnya dana pinjam dalam rangka PEN dialokasikan untuk hal yang lebih penting, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Menurut saya sih lucu saja, ada penanganan sport center ditengah pandemi seperti ini. Apalagi dananya dari APBD Perubahan yang melalui pinjaman PEN kepada PT.SMI,” ujarnya.
Ia menilai, pembangunan sport center yang menghabiskan anggaran Rp430 miliar atau lebih dari 50 persen dari APBD Perubahan merupakan keputusan yang tidak bijak.
“Karena lama juga pembangunan sport center. Menurut saya nggak bijak untuk memaksanakan kehendak membangun insfraktur di tengah pandemi. Nilainya juga lumayan banyak Rp430 milar,” terangnya.
Pihaknya menduga, program pembangunan sport center telah di pesan atau atas dasar kesepakan dengan pihak tertentu agar dapat dikerjakan tahun ini.
Sebab, yang harus di prioritaskan dalam skema PEN adalah kesehatan dan ekonomi masyarakat. Mengingat, dampak dari pandemi virus corona banyak perusahaan yang merumahkan dan PHK pegawainya.
“Bukan masalah berapa persen, tapi seharusnya untuk penanganan terlebih dahulu. Jika dilihat dari beberapa waktu lalu pembangunan ini sempat ditentang. Tapi mungkin Pemprov Banten punya deal dengan seseorang untuk sport center,” jelasnya. (Son/TN1)