SERANG, TitikNOL - Penggugat permasalahan polemik Bank Banten Ojat Sudrajat mengungkapkan, ada moral tidak etis yang dilakukan orang terdekat Gubernur Banten Wahidin Halim terhadap ahli hukumnya yakni Ichsanudin Noorsy.
Menurutnya, bentuk tidak etis itu dilakukan dengan cara menelepon saksi ahli hukumnya sekira pukul 08:00 WIB, Jumat (19/06/2020). Penelepon yang mengaku orang dekat dengan Gubernur dan adik Gubernur, meminta Ichsanudin menjadi saksi ahli hukum di persidangan gugatan polemik Bank Banten. Tindakan itu dinilai tidak etis, lantaran Ichsanudin Noorsy telah menjadi saksi ahli hukum dirinya.
“Sekitar pagi-pagi jam 08:00 WIB, beliau katanya dihubungi oleh inisial A dan W yang mengaku orang dekatnya Gubernur dan adiknya Gubernur. Iya untuk menjadi saksi ahli mereka. Maksud saya, mereka sudah tahu saksi ahli saya siapa, menurut saya sesuatu yang tidak etis, memang bukan sesuatu dilarang, cuma agak kurang etis juga,” katanya saat dihubungi TitikNOL.
Ia menuturkan, proses hukum gugatan polemik Bank Banten akan diperkarakan pada tanggal 24 Juni 2020 di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Setelah melakukan penelusuran terhadap inisial yang menghubungi ahli hukumnya, bahwa benar A dan W itu merupakan orang terdekat Gubernur. Namun, pihaknya tidak dapat memastikan komunikasi itu atas perintah Gubernur atau bukan.
“Kalau menurut saya tidak etis saja, kok seperti tidak siap perang gitu. Setelah cek A dan W ya memang tidak salah inisial itu (orang Gubernur),” tuturnya.
Ia menyebutkan, bahwa Gubernur tidak perlu ‘kebakaran jenggot’ terkait adanya gugatan polemik Bank Banten ini jika merasa benar atas keputusannya. Sebab, gugatan itu hanya ingin menanyakan alasan Gubernur yang yang memindahkan RKUD dari Bank Banten ke BJB serta tidak memberikan modal beberapa tahun kebelakang sesuai amanat Perda nomor 5 tahun 2013.
“Justru kalau menurut saya, tidak perlu kebakaran jenggot, kan Pak Gubernur memang kebijakan beliau tidak melanggar hukum ya fine aja, baik aja, santai saja. Kalau tidak salah ya buktikan saja, beliau harus mengikuti itu jangan tidak mengikuti proses hukumnya,” tuturnya.
Dikatakan Ojat, pihaknya mengapresiasi kebijakan Gubernur yang mengkonversi menyertakan modal untuk Bank Banten senilai Rp1,9 triliun. Namun yang menjadi catatannya, kebijakan modal sebanyak itu merupakan ongkos mahal yang harus dibayar Pemprov Banten akibat memindahkan RKUD.
Sebab jika Gubernur melaksanakan amanah Perda, kewajiban Pemprov Banten dalam menyertakan modal melalui PT. BGD hanya sekitar Rp335 miliar. Dengan polemik seperti ini, artinya Pemprov Banten harus menambahkan anggaran sebanyak Rp1,5 triliun lebih.
“Penyertaan modal Rp1,9 triliun menurut saya ongkos mahal yang harus dibayar oleh Pemprov Banten. Kalau mengacu kepada Perda nomor 5 tahun 2013, kan kekurangan untuk penyertaan modal Bank Banten lewat PT. BGD tinggal Rp335 miliar. Tapi karena Kasda akan hilang uangnya, maka akhirnya menjadi Rp1,9 triluin. Dengan kata lain harus nombok Rp1,5 triliun lebih untuk menambah modal di Bank Banten,” jelasnya.
Perlu diketahui, gugatan perdata itu terkait dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam permasalahan Bank Banten. Gugatan itu sudah resmi diregistrasikan melalui E-Court di Pengadilan Negeri (PN) Serang pada tanggal 30 Mei 2020. (Son/TN1)