SERANG, TitikNOL - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pandeglang, menuntut ringan terdakwa korupsi bantuan sosial (bansos) Rp1.4 miliar, Heri Baelanu dan Khaerma Wahyudi, saat digelarnya sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (29/9/2016).
Padahal, kedua terdakwa terbukti bersalah telah mengkorupsi dana bantuan tersebut, dengan cara memotong dana bansos yang diperuntukkan pada ratusan lembaga pendidikan, majelis taklim, yayasan, ormas, panitia pembangunan masjid, dan pondok pesantren yang ada di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010.
JPU Ucup Supriyatna menilai, perbuatan kedua terdakwa sudah memenuhi dakwan subsider Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
“Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Heri Baelanu dan Khaerma Wahyudi alias Deden masing-masing satu tahun empat bulan," kata JPU dihadapan majelis hakim yang diketuai Efiyanto.
Sidang digelar singkat. Sesuai kesepaatan antara JPU, hakim dan pengacara terdakwa, surat tuntutan hanya dibacakan amar tuntutan saja.
JPU juga menuntut kedua terdakwa membayar denda sebesar Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dan uang pengganti Rp1,4 miliar subsider 2 bulan penjara.
Sementara alasan JPU memberikan tuntutan rendah, karena kedua terdakwa dinilai sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, mengakui perbuatannya dan telah mengembalikan uang, menjadi pertimbangan jaksa meringankan tuntutan.
"Hal memberatkan, perbuatan kedua terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan menghambat program kegiatan keagaman," kata JPU.
Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, kedua terdakwa melalui pengacaranya menyatakan akan mengajukan pembelaan pekan depan.
“Sidang dibuka kembali Kamis 6 Oktober 2016 dengan agenda pembacaan nota pembelaan,” kata Efiyanto.
Sesuai surat dakwaan sebelumnya, sekitar pertengahan Juni 2010 bertempat di Perumahan Cigadung, Pandeglang telah dilakukan pertemuan antara terdakwa Khaermawahyudi alias Deden dan terdakwa Heri Baelanu alias Nanu bersama dengan saksi Tita Rusdinar selaku pembina Relawan Banten Bersatu (RBB) Kabupaten Pandeglang.
Tita Rusdinar pada pertemuan itu, menyampaikan informasi tentang rencana penyaluran dana bansos Provinsi Banten yang akan diberikan kepada lembaga-lembaga seperti ormas, ponpes, majelis taklim, pembangunan masjid.
Kedua terdakwa diminta untuk mencari dan mengumpulkan proposal permohonan bantuan dana bansos itu untuk disampaikan kepada Gubernur Banten Ratut Atut Chosiyah, yang akan mencalonkan kembali pada Pilgub 2011.
Saat pertemuan juga dibahas mengenai teknis penyerahan bantuan, yaitu apabila dana bansos turun akan diberikan kepada para pemohon pada saat kunjungan kerja Atut dalam rangka road show ke wilayah Kabupaten Pandeglang, dengan cara ditransfer. Tapi buku rekening diambil dulu dan akan diserahkan kembali pada waktu pelaksanaan kunjungan Atut.
Atas dasar informasi dari Tita Rusdinar itu, para terdakwa setelah selesai pertemuan kemudian mencari proposal permohonan bansos dari seluruh wilayah Kabupaten Pandeglang untuk diajukan ke Atut.
Para terdakwa juga meminta bantuan kepada koordinator wilayah RBB di Pandeglag, di antaranya Muhsinul Amal selaku korwil II, Ahen selaku korwil III, Mulyadi selaku korwil IV, Endang selaku korwil V, Darjat selaku korwil VI dan juga para koordinator Desa (kordes) untuk mencari dan mengumpulkan proposal permohonan dana bansos.
Pada akhir Juni 2010, proposal permohonan dana bansos dari para korwil dan kordes RBB mulai diterima oleh para terdakwa, kemudian proposal permohonan dana bantuan sosial yang masuk tersebut oleh para terdakwa datanya direkap. Setelah selesai direkap, proposal permohonan dana bansos itu oleh para terdakwa diantar ke Biro Kesra pada Sekretariat Daerah (Setda) Banten melalui saksi Yoni.
Pada 2010, Pemprov Banten melalui Biro Kesra telah menganggarkan dana bansos pada APBD Provinsi Banten tahun angaran 2010 sebesar Rp 51.529.935.060. Bansos itu untuk lembaga dan yayasan di Pandeglang.Proposal permohonan dana bansos yang yang dikoordinir oleh kedua terdakwa tidak semuanya diproses, tetapi ada yang ditolak.
Sebagai tindaklanjuti atas proposal yang diajukan oleh ormas, ponpes, panitia pembangunan masjid dan majelis taklim di Kabupaten Pandeglang, Atut mengeluarkan beberapa surat keputusan (SK) mengenai persetujuan pengajuan bansos itu. Dari ratusan bansos yang disetujui, 146 penerima di antaranya merupakan lembaga atau ormas dari Pandeglang.
Setelah SK Gubernur tentang pemberian bansos keluar kemudian diterbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada 146 penerima dari ratusan lembaga dan ormas.
Juli 2010, dana bansos mulai diterima oleh para lembaga dengan cara ditansfer ke masing-masing rekening penerima dengan jumlah yang bervareasi antara Rp20 juta hingga Rp30 juta. Mengetahui dana bansos sudah cair dan sudah masuk ke masing-masing rekening lembaga, kedua terdakwa menginformasikanya ke setiap lembaga penerima dan para korwil dan kordes.
Kedua terdakwa menyampaikan bahwa dana bansos yang masuk ke rekening penerima masing-masing lembaga itu hanya boleh diambil hanya Rp2 juta, sedangkan sisanya akan ditarik kembali oleh para terdakwa.
Kedua terdakwa juga dengan sengaja telah menyerahkan Berita Acara Pembayaran (BAP) kepada lembaga penerima bansos untuk ditandatangani seolah-olah dana yang terima sesuai dengan jumlah uang yang masuk ke rekening, padahal para lembaga penerima bansos tidak menerima secara utuh.
Berdasarkan SK Gubernur Banten, SP2D dan Berita Acara Pembayaran seharusnya ormas, ponpes, majelis taklim dan masjid di Kabupaten Pandeglang menerima dana bansos dari Pemerintah Provinsi Banten sesuai yang disetujui.
Hasil dari panarikan dana bansos yang dilakukan oleh kedua terdakwa terkumpul sebesar Rp1,4 miliar lebih. Uang sejumlah itu atas perintah dari mendiang Hikmat Tomet selaku Pembina RBB pusat digunakan untuk keperluan biaya road show Atut rangka Pilkada Banten. (Red)