LEBAK, TitikNOL - Sungguh malang nasib Epeng Mulyadi (47), buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) pada bagian Foreman di salah satu perusahan bongkar muat (PBM) di Terminal Khusus (Dermaga) PT. Cemindo Gemilang di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak.
Akibat kecelakaan kerja yang dialaminya, Epeng hanya bisa berdiam diri di rumahnya di Kampung Ciwaru Lapang RT03/RW 08, Desa Bayah Barat, Kecamatan Bayah, karena mengalami kecacatan di kakinya.
Kecelakaan yang dialami Epeng terjadi pada Januari 2018 Ialu. Tidak adanya penanganan medis yang maksimal, membuat Epeng menggunakan tongkat untuk bisa berjalan.
Saat ini Epeng tinggal dengan istri dan satu anaknya. Dia mengaku, selama sakit, dirinya tidak pernah menerima hak sebagai karyawan, meski dirinya hingga saat ini masih tercatat sebagai salah satu karyawan di salah satu Perusahaan Bongkar Muat (PBM) di Tersus PT. Cemindo.
Diceritakan Epeng, malam sekitar pukul 02.00 WIB dini hari pada bulan Januari 2018 lalu, dirinya tengah bekerja sebagai Foreman.
Namun saat tengah menunggu kedatangan semen untuk disusun di atas kapal tongkang bersama sejumlah rekan kerjanya, tiba-tiba semen dan kayu valet jatuh dsn menimpa kakinya.
"Setelah kejadian saya dibawa ke Klinik PT. Cemindo, beberapa jam kemudian sekitar jam 4 pagi saya dibawah pulang ke rumah," ujar Epeng memulai perbincangannya kepada TitikNOL, Minggu (11/3/2018).
Menurutnya, meski kakinya remuk dan patah, dirinya tidak pernah mendapat penanganan dokter spesialis tulang dan tim medis rumah sakit, apalagi untuk di rawat inap.
Selama ini lanjut Epeng, setelah dari klinik PT. Cemindo, Epeng mengaku hanya berobat di kampung kepada tukang urut.
Hal itu kata Epeng, lantaran dirinya tidak memiliki biaya dan pihak PBM yang memperkerjakannya terkesan lepas tanggungjawab. Padahal, dirinya mengalami cacat permanen akibat kecelakaan kerja tersebut.
"Saya itu pertama bekerja di PBM PT.TRB dan pada bulan Desember 2017 masih dapat gaji di PT.TRB sebesar Rp2,5 juta. Tapi pada bulan Januari 2018 PT. TRB ganti bendera menjadi PT. PBS dan saya bersama bekas pekerja lainnya di PT. TRB dipekerjaan di PT. PBS yang juga dikelola oleh empat orang pengurus atau manajemen yang sama di PT.TRB. Di bulan Januari. Saya dapat gaji Rp1,8 juta di PT. PBS, tapi memang para pekerja lama di PT. TRB yang dipindahkan ke PT. PBS, semua yang lama itu belum menandatangani kontrak kerja," tutur Epeng.
Penderitaan Epeng semakin bertambah, ketika perusahaan PBM yang memperkejakannya terkesan tidak memiliki itikad baik untuk membesuk secara rutin atau membiayai pengobatan secara maksimal.
"Katanya untuk gaji bulan Februari dan Maret juga saya sudah tidak dapat, padahal saya punya anak isteri dan kebutuhan. Boro-boro uang jaminan kecelakaan, karena kaki kiri saya jadi cacat, pengurus PBMnya saja waktu kecelakaan cuma satu kali ada nengok ke rumah saya," tukas Epeng.
Tidak mendapat perhatian dan haknya yang utuh dari PBM yang memperkejakannya, Epeng pun dalam waktu dekat akan mengadukan penderitaan yang dialaminya kepada pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Pemkab Lebak.
Terpisah, pihak PT.PBS yang diwakili Agus MBA, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon selulernya mengatakan, pihaknya masih bertanggungjawab atas kecelakaan kerja yang dialami oleh Epeng Mulyadi karyawan PT. PBS saat tengah bekerja.
Agus berdalih, sejumlah karyawan lama di PT. TRB sudah dialihkan bekerja di PT. PBS. Agus pun berjanji akan mengupayakan pembayaran gaji Epeng Mulyadi untuk gaji bulan Februari dan Maret 2018.
"Insha Allah untuk gaji bulan Februari dan Maret saya masih upayakan," kata Agus.
Disinggung soal status kerja Epeng Mulyadi di PT. PBS, Agus mengakui jika Epeng belum menjadi karyawan tetap.
"Waktu di PT.TRB sudah karyawan tetap, tapi di PT. PBS belum karyawan tetap karena belum tiga bulan masa kerjanya. Tapi masih kita biayai," kilahnya. (Rian/Gun/Red)