SERANG, TitikNOL – Pemerintah Provinsi Banten saat ini dalam pusaran sorotan publik. Dalam kurun waktu yang cukup dekat, Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Banten sedang memeriksa dua kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret pegawai Pemprov Banten.
Pertama, dugaan korupsi pemotongan danah hibah untuk Pondok Pesantren (Ponpes). Pada tahun 2020 Pemprov Banten menyalurkan dana hibah untuk 4.026 Ponpes di Banten dengan nilai total mencapai Rp 117 miliar.
Namun, dana hibah yang dialokasikan sebesar Rp 30 juta per Ponpes itu diduga dipotong oleh sejumlah oknum tidak bertanggung jawab. Tidak hanya itu, persoalan Ponpes fiktif juga muncul ke permukaan. Ponpes fiktif ini diduga telah menerima dana hibah juga dari Pemprov Banten.
Kemudian kedua, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Malingping, Kabupaten Lebak. Pengadaan lahan seluas 6.400 hekatare itu diduga di mark up. Pembelian yang seharusnya Rp500 ribu permeter sesuai harga pemerintah, hanya dibayarkan Rp100 ribu permeter.
Sejauh ini, Kejati Banten sudah menetapkan 3 tersangka atas dugaan pemotongan dana hibah dari pihak eksternal Pemprov Banten maupun dari pihak internal Pemprov Banten. Tersangka lainnya mungkin masih akan terus ada sejalan dengan pengembangan kasus yang masih terus digarap oleh Kejati Banten. Sementara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Kantor Samsat Malingping, Kejati Banten telah menetapkan satu orang tersangka.
Atas hal itu, peran tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melaksanakan tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) korupsi di wilayah Provinsi Banten dipertanyakan. Bahkan, sebagian aktivis menilai keberadaan KPK di Banten dianggap gagal total.
Salah satunya dari penilaian pegiat antikorupsi di Provinsi Banten, Uday Suhada. Menurutnya, dengan terungkapnya dua kasus besar dugaan korupsi di lingkungan Pemprov Banten, menunjukkan bahwa keberadaan tim Korsupgah KPK di Banten telah gagal total.
"Dari perkara yg diungkapkan Kejati Banten, tidak nampak jejak positif hasil kerja KPK. Karenanya, pimpinan KPK harus segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan tim KPK di Banten," katanya, Senin (26/4/2021).
Senada dengan Wakil Sekretaris Jendral Internal (Wasekjen Internal) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI), Aliga Abdilah. Ia menyebutkan, tim Korsupgah KPK telah gagal total melakukan supervisi di Provinsi Banten.
"Seingat saya KPK bersama Pemprov Banten telah membuat aplikasi namanya e-hibah bansos dengan alamat website https://ehibahbansos.bantenprov.go.id/, dan ketika saya buka aplikasi website itu nge-link dengan aplikasi KPK bernama Jaga Hibah. Ini artinya bahwa memang tim Korsupgah KPK membuat sistem ini agar tidak terjadi kebocoran anggaran. Namun, faktanya, telah terjadi kebocoran dana hibah begitu besar pada tahun 2020," tegas Aliga.
Aliga mangatakan, melihat kondisi yang terjadi saat ini dengan adanya dugaan pungutan liar dan dugaan pesantren fiktif pada hibah Ponpes 2020, membuktikan bahwa sistem yang dibuat dan supervisi yang dilakukan KPK di Provinsi Banten telah gagal total.
"Sebaiknya KPK segera hengkang dari Provinsi Banten dan mencoba memperbaiki diri terlebih dahulu. Toh, ada atau tidaknya tim Korsupgah KPK di Banten, kondisinya tetap sama. Korupsi tetap ada," tukasnya. (Son/TN1)