SERANG, TitikNOL - Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) dan Indonesian Jurits Practitioners and Legal Scholars (IJPL) menyelenggarakan forum grup discussion (fgd) yang diselenggarakan di Hotel Aston, Kota Serang - Banten.
Pada agenda forum grup discussion (fgd) ini dihadiri oleh Bpk. Prof. Dr. Jamin Ginting, S.H., M.H. sebagai Narasumber I (pertama), Bpk. Basuki, S.H., M.M., M.H. sebagai Narasumber II (kedua) dan Ibu Shanty Wildhaniyah, S.H., M.H. sebagai Narasumber III (ketiga).
Selain dihadiri oleh Narasumber yang terdiri dari berbagai macam latar belakang, dalam agenda forum grup discussion (fgd) ini juga dihadiri oleh bermacam-macam peserta yang mewakili lembaga / organisasi atau banyak individu seperti advokat, akademisi dan mahasiswa.
Agenda forum grup discussion (fgd) ini di moderatori oleh Bpk. Faiz yang merupakan seorang annoucer di sebuah radio.
Forum grup discussion (fgd) awalnya dibuka oleh Bpk. Ahmad Rivai, S.H., M.H. selaku perwakilan Anggota MAHUPIKI sekaligus menyampaikan sambutan mewakili Assoc Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H., M.H. selaku Ketua Umum MAHUPIKI menyampaikan “salah satu tujuan diselenggarakannya forum grup discussion (fgd) ini adalah untuk mengupas mengenai problem Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan yang mengatur mengenai hak imunitas bagi jaksa. Dalam Pasal ini mengatur upaya paksa terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas seizin jaksa agung”.
Lebih lanjut, Bpk. Ahmad Rivai, S.H., M.H. menyampaikan “permasalahan yang sebenarnya bukan hanya di Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan ini tetapi juga permasalahan mengenai Revisi KUHAP. Didalam sebuah negara kewenangan perlu diatur atau dibatasi apabila akan ada penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Oleh karenya Forum grup discussion (fgd) ini bukan merupakan forum diskusi terakhir melainkan kedepan kami akan menyelenggarakan diskusi lebih lanjut untuk membahas masalah – masalah yang termuat dalam sistem peradilan pidana”.
Forum grup discussion (fgd) dibuka oleh Bpk. Prof. Dr. Jamin Ginting, S.H., M.H yang merupakan Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan (UPH) dalam presentasinya menyampaikan “hak imunitas jaksa dalam sistem peradilan pidana yang saat ini kita diskusikan menuai kontroversi dipublik karena dikhawatirkan jaksa punya kekebalan ketika melakukan suatu perbuatan pidana. Kemudian tidak semua harus memiliki izin karena tetapi perlu mengacu kepada asas semua orang sama dihadapan hukum (equality before the law)”.
Prof. Jamin Ginting juga menyampaikan “dengan adanya hak imunitas bagi jaksa ini bisa diartikan aparat penegak hukum lain seperti polisi, hakim dan lainnya akan menundukan diri kepada jaksa agung. ketika kita mencermati Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan seakan akan mengenyampingkan sidang kode etik, pengawasan internal dan pengawasan eksternal yang sebenarnya suda ada”.
Kemudian Prof. Jamin Ginting memberikan suatu pertanyaan yaitu “bagaimana apabila terdapat jaksa yang tertangkap tangkap melakukan dugaan tindak pidana? bisa jadi kabur seorang jaksa tersebut apabila perlu ada izin jaksa agung terlebih dahulu”.
Forum grup discussion (fgd) kemudian dilanjutkan oleh Bpk. Basuki, S.H., M.M., M.H. yang merupakan Anggota Mahupiki Banten dalam presentasinya menyampaikan “belum ada mekanisme yang detail dalam ketentuan Pasal 8 ayat (5) ini berpotensi terhadap pelindungan bagi jaksa yang melakukan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, Belum ada suatu alasan yang urgent untuk jaksa mendapatkan hak imunitas.
Kemudian jaksa sudah difasilitasi oleh negara jadi cukup jaksa bekerja dengan profesional berdasarkan aturan hukum sudah cukup tanpa perlu adanya hak imunitas bagi jaksa.
Apabila jaksa melakukan penuntutan dengan baik paling mungkin resikonya di eksepsi oleh penasehat hukum”. Lebih lanjut Ibu Shanty Wildhaniyah, S.H., M.H. yang merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC PERADI) Serang dalam presentasinya menyampaikan “Imunitas dalam dunia advokat saja yang saat ini sudah ada masih bingung prakteknya tetapi dengan adanya imunitas jaksa ini semakin membuat bingung penegakan hukum. Hak Imunitas memang diperlukan ketika menjalankan tugas profesi tetapi tidak bisa berlaku dalam tindak pidana. Kalo melihat fenomena yang ada lebih banyak advokat yang dikriminalisasi dibandingkan dengan jaksa sehingga terlihat urgensi adanya hak imunitas ini tidak diperlukan”.
Salah satu peserta atas nama Bpk. Kamaludin yang merupakan sekretaris jendral solidaritas merah putih mengajukan pertanyaan kepada narasumber yaitu bagaimana terkait masalah hak imunitas bekaitan dengan keadaan kejaksaan yang saat ini sudah dibentengi secara besar? Menjawab pertanyaan tersebut, Ibu Shanty Wildhaniyah, S.H., M.H. oleh karena adanya hak imunitas bagi jaksa ini berpotensi terhadap kekebalan hukum terhadap jaksa yang melakukan penyalahgunaan wewenang oleh karenanya lebih baik hak imunitas bagi jaksa ini dihilangkan.
Kemudian peserta lain atas nama Arya Mandalika mengajukan pertanyaan kepada narasumber yakni kenapa akhirnya kejaksaan ini dipermasalahkan hak imunitas nya? Menjawab pertanyaan tersebut, Bpk. Prof. Dr. Jamin Ginting, S.H., M.H dengan menyampaikan pepatah yang disampaikan oleh Lord Acton yang mengatakan kekuasaan yang berlebih berpotensi terhahap terjadinya kesewenang-wenangan. Jadi tidak perlu ada izin jaksa agung karena secara otomatis perlindungan terhadap jabatan itu sudah dilindungi.
Apabila ada orang yang mencoba mengganggu bisa digunakan ketentuan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Menutup forum grup discussion (fgd) ini Bpk. Ahmad Rivai, S.H., M.H. selaku perwakilan Anggota MAHUPIKI menyampaikan sambutan penutup yakni permintaan maaf dari Assoc Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H., M.H. selaku Ketua Umum MAHUPIKI yang belum bisa hadir dalam forum grup discussion (fgd). Selain itu, Bpk. Ahmad Rivai menyampaikan MAHUPIKI salah satunya memiliki tujuan untuk memberikan masukan secara kritis dan objektif terhadap pemerintah mengenai kebijakan hukum.
Selanjutnya juga diberikan mandat oleh Ketua Umum sebagai Ketua MAHUPIKI Banten diharapkan agar segera membentuk formatur pengurus.
Terakhir acara forum grup discussion (fgd) ditutup dengan pemberian cinderamata, plakat dan pin kepada ketiga Narasumber yang sudah hadir.
Selain itu para peserta yang mengajukan pertanyaan juga diberikan pin MAHUPIKI sebagai bentuk apresiasi. (***)