SERANG, TitikNOL - Ombusman RI Perwakilan Banten menyebutkan, secara nasional Provinsi Banten menduduki peringkat teratas pengaduan tentang Bantuan Sosial (Bansos), keamanan, keuangan, pelayanan kesehatan dan transportasi.
Secara jumlah keseluruhan, ada 139 laporan pengaduan. Di antaranya terdiri dari substansi Bansos sebanyak 123 laporan, 10 laporan terkait keuangan, transportasi 3 , kesehatan 2 laporan dan keamanan 1 laporan yang tersebar si beberapa wilayah Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten.
Hal itu diketahui, dari dialog interaktif yang diselenggarakan secara virtual melalui akun resmi facebook Ombudsman RI Perwakilan Banten dengan tema “Pengawasan Penanganan Covid – 19 di Provinsi Banten”, Jumat (05/06/2020).
"Beberapa laporan sudah diselesaikan dan pelapor sudah mendapatkan haknya, persoalan banyak terjadi karena data yang digunakan ada data setahun yang lalu, perlu ada upaya yang lebih serius lagi dengan meng update data mungkin 6 bulan sekali agar tepat sasaran," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten Dedy Irsan.
Menurutnya, hal itu terjadi karena masih banyaknya persoalan yang muncul di lapangan. Sehingga, pengawasan wajib ditingkatkan. Mengingat, pemerintah daerah telah mengeluarkan anggaran penanganan pencegahan Covid 19 dalam jumlah nilai yang besar.
"Artinya Pemprov dan Pemkab sudah refocusing anggaran, namun di lapangan masih banyak persoalan yang muncul. Anggaran yang cukup banyak ini jangan sampai sia-sia dengan banyaknya kasus yang menerima bansos tidak tepat sasaran," tegasnya.
Sementara, Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni menuturkan, bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten telah merefocusing anggaran sebanyak Rp2 triliun lebih untuk penanganan pandemi virus Corona. Jumlah itu didapatkan dari tiga kali refocusing.
"Terkait refocusing ini sudah 3 kali dilakukan oleh Pemprov Banten dan angkanya betul diatas Rp2 triliun," terangnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan Permendagri Nomor 20 tahun 2020 tentang refocusing, anggaran tidak mesti melibatkan DPRD. Meski demikian, anggota Dewan berhak melakukan pengawasan melalui hak angket dan hak interplasi.
Namun sejauh ini, pihaknya menemukan data penerima bantuan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten belum sampai 30 persen.
"Fakta di lapangan yang kami temukan belum semua yang terdaftar calon penerima bantuan dari APBD Pemprov Banten per 5 Juni ini, tahap satu saja belum sampai 30 persen terealisasi,” jelasnya.
Di sisi lain, Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Joko Yuhono menambahkan, dalam konteks pengawasan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 tentang optimalisasi pelaksanaan pendampingan terhadap refocusing kegiatan relokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan covid – 19. Kejaksaan memberikan pendampingan hukum karena nilai anggaran yang dikeluarkan besar dan memeikiki kerawanan.
“Namun hingga saat ini, hanya Dinas Kesehatan yang mengajukan pendampingan kepada Kejati. OPD lainnya belum ada pengajuan pendampingan, ini sangat penting karena pendampingan merupakan pencegahan,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, pola pengawasan harus terintegrasi antara para pihak instansi. Jika semua intansi pengawas bersinergi, maka pengawasan anggaran untuk penanganan covid 19 akan sangat optimal.
“Masyarakat sangat bisa mengadukan jika memilki informasi atau mengetahui adanya penyimpangan dalam program penanganan covid – 19 kepada Kejati Banten, bisa melalui Surat, email langsung ke Kejati,” tukasnya. (Son/TN1)