SERANG, TitikNOL – Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Iksan Ahmad, menilai struktur APBD Provinsi Banten baik dalam APBD Perubahan 2020 maupun RAPBD 2021 masih sangat jauh mencerminkan pemulihan ekonomi masyarakat Banten. Terutama anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bersumber dari dana pinjam PT SMI.
Menurutnya, APBD Provinsi Banten 2021 yang di dalamnya ada pembangunan infrastruktur digadang-gadang bisa memulihkan ekonomi, dirasa tidak akan berdapak signifikan terhadap pemulihan ekonomi masyarakat secara luas dan langsung.
“Melihat kondisi seperti ini, harusnya Pemprov Banten bisa melakukan strategi agar ekonomi bisa menjadi surplus di triwulan pertama 2021. Namun dari struktur APBD 2021, belum terlihat bahwa Pemprov Banten serius dalam pemulihan ekonomi,” katanya kepada TitikNOL, Senin (16/11/2020).
Ditambah menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi Banten saat ini mendapat peringkat paling buruk resesi ekonomi se-Pulau Jawa dengan minus (-) 5,77 persen. Artinya, minus ekonomi Banten dibawah rata-rata nasional sebesar minus (-) 3,49 persen.
Kemudian, kondisi ini diperparah oleh Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Banten sebesar 10,64 persen. Data itu menunjukan sangat fantastis. Sebab, Provinsi Banten urutan ke 2 se-Indonesia setelah DKI Jakarta.
“Jadi dari struktur APBD perubahan 2020 dan struktur APBD 2021, sama sekali terlihat tidak adanya dukungan terhadap pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah pusat. Seolah pemerintah pusat bekerja sendiri untuk melakukan pemulihan ekonomi. Padahal provinsi itu kepanjang tanganan dari pemerintah pusat. Sehingga wajar saja, Banten menjadi tertinggi resesi di Pulau Jawa,” ungkapnya.
Ia menerangkan, ketidak seriusan Pemprov Banten dalam pemulihan ekonomi, bisa dilihat dari kebijakan pembangunan sport center yang akan menyerap tenaga kerja sebanyak 7.500 dan melakukan sebagian padat karya.
“Lainnya seperti JPS, tahap ke 3 saja mungkin bisa tidak terlaksana. Program-program yang mendukung ekonomi kerakyatan, sama sekali Pemprov Banten tidak terdapat di perubahan anggaran 2020. Namun hebatnya selalu mengatasnamakan rakyat. Yang menjadi pertanyaan adalah rakyat mana yang di pedulikan oleh Pemprov Banten?,” tanyanya.
“Lihat program yang dilakukan pemerintah pusat semuanya bagus dan benar-benar berjuang melakukan pemulihan ekonomi untuk masyarakatnya. Bantuan untuk UMKM, bantuan untuk seniman, bantuan untuk masyarakat lainnya. Namun ketika melihat program Pemprov Banten, sepertinya buram dan kusam. Hanya kalimat infrastruktur-infrastruktur lagi. Jadi ini sangat nggak nyambung dengan program PEN,” terangnya.
Iksan menuturkan, maksud PEN itu adalah pemulihan ekonomi akibat terdampak covid-19 dari sisi ekonomi rakyat. Tapi, infrastruktur itu bukan akibat terdampak covid-19. Sehingga, kebijakan Pemprov Banten tidak nyambung antara tujuan pemerintah pusat dengan rencana belanja di Provinsi Banten.
“Dalam hal penyusunan APBD 2021, saya rasa Pemprov Banten dan DPRD Banten tanpa melihat data-data yang tertuang, terutama data BPS. Padahal data tersebut harus digunakan dalam melakukan pengambilan kebijakan penyusunan APBD 2021. Sehingga, APBD 2021 hanya menjadi kepentingan pemenuhan RPJMD Provinsi Banten atau mungkin pemenuhan kepentingan di dalam kekuasaan,” tuturnya.
Senada dengan Wasekbid Eksternal Badko HMI Jabodetabeka Aliga Abdillah. Menurutnya, luluh lantaknya ekonomi Banten pada kuartal III, mencirikan Pemprov Banten tidak serius dalam menangani pemulihan ekonomi selama pandemi.
“Jika kondisi tersebut tak segera dibenahi dengan kinerja yang optimal, bukan tidak mungkin perekonomian Banten akan kembali terperosok ke jurang resesi,” paparnya.
Menurut pengamatannya, sejauh ini belum ada upaya yang dilakukan oleh Pemprov untuk menyentuh sektor bisnis dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), berdasarkan kelompok pendapatan yang paling terdampak dalam upaya memulihkan ekonomi.
“Nyatanya, pinjaman pemprov Banten senilai lebih dari Rp4 triliun untuk pemulihan ekonomi pada Agustus lalu belum terlihat memberikan stimulus kepada masyarakat yang paling rentan,” jelasnya.
Maka, pinjaman keuangan yang diwacanakan Gubernur Banten akan dimanfaatkan untuk kegiatan yang produktif dan pemulihan ekonomi, dianggap hanya halusinasi dan omong kosong belaka. Karena sampai hari ini, ekonomi Banten tersungkur dan berada di posisi paling tinggi se-Pulau Jawa.
“Dengan demikian, apa yang terjadi terhadap ekonomi di Banten yang minus (-) 5,77 persen, menjadi bukti ketidak seriusan dan ketidak efektifan Pemprov dalam membangun kebijakan,” tegasnya. (Son/TN1)