LEBAK, TitikNOL – Pemerhati lingkungan Lebak Selatan keluhkan maraknya aktivitas penambangan batubara illegal di Kecamatan Pengurangan, Kabupaten Lebak. Keluhan itu terjadi, karena wilayah yang menjadi garapan tambang merupakan zona serapan air.
Selain bisa berdampak terhadap terjadinya potensi bencana alam, aktivitas illegal inipun menyebabkan rusaknya jalan poros desa akibat lalu lintas kendaraan pengangkut batu bara.
Pemerhati lingkungan Lebak Selatan Wijaya mengatakan, maraknya aktivitas penambangan akibat lemahnya pengawasan dari petugas Kelompok Regu Pemangku Hutan (KRPH), Perum Perhutani Panyaungan Timur Badan Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Bayah.
"Ini disebabkan karena lemahnya pengawasan dan penindakan dari pihak pengelola hutan tersebut yaitu pihak perum perhutani," katanya kepada Wartawan, Kamis (16/04/2020).
Warga juga mengaku aneh, sebab di petak 36 Sanggo Desa Sukajadi, Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak yang juga daerah Kelompok Tani Hutan (KTH), pernah dilakukan penutupan oleh polisi beberapa waktu lalu.
Menurutnya, maraknya penambangan ilegal itu disebabkan tidak ada itikad baik dari pihak perum perhutani KRPH Panyaungan Timur, BKPH Bayah selaku pengelola melakukan tindakan tegas kepada para penambang batubara ilegal.
"Para penambang batubara di kawasan ini dilakukan secara sistematis, ada penambangnya, korlapnya dan bos-bos penampungnya mereka satu ikatan. Mirisnya padahal zona itu kawasan penyangga resapan air," terangnya.
Ia menduga ada persekongkolan atau korporasi antara penambang ilegal dengan petugas Perum Perhutani. Tuduhan itu dilandasi atas dasar masifnya pengerukan kekayaan alam untuk kepentingan pribadi.
"Kalau saja pihak Perum Perhutani tidak bisa melakukan tindakan tegas, berarti kami menduga ada korporasi dan kordinasi dengan para penambangan ilegal itu, ini bisa saja ada oknum pihak perum perhutani yang diduga ikut terlibat," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sukajadi Ujang Supiana, membenarkan ada aktivitas penambangan ilegal di wilayah desanya. Namun, langkah desa terbatas karena tidak mempunyai wewenang soal penertiban.
"Iya, itu juga termasuk kawasan KTH. Namun saya mah tidak punya kewenangan untuk melakukan penutupan, apalagi para pelakunya pemaen lama semua. Silahkan aja penindakan dan penutupannya dilakukan oleh pihak pihak yang berkompeten saja," tuturnya.
Ia mengakui, akibat aktivitas penambangan ilegal jalan poros desa yang telah susah payah dibangun menjadi rusak.
"Dan jelas kegiatan tambang itu sangat berdampak kepada lingkungan, terutama jalan desa menjadi hancur," ungkapnya.
Terpisah, Waka Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banten Aap mengaku telah melakukan tindakan tegas kepada para penambang batubara ilegal di kawasan petak 36 Sanggo dengan menyita peralatan yang di para penambang.
"Sebetulnya kami sudah melakukan tindakan tegas. Hanya sayang setiap dilakukan operasi para pelakunya selalu kabur. Dan bukti peralatan mereka kita udah rampas," katanya.
Dikatakan Aap, sejauh ini pihaknya masih melakukan upaya persuasif agar tidak menimbulkan benturan fisik. Mengingat, lokasi penambangan bukan hanya di satu titik saja.
"Kami bisa saja melakukan tindakan tegas kepada para pelaku sesuai tupoksi, namun tadinya kami berharap tindakan preventif dulu, seperti himbauan-himbauan agar mereka bisa memahami. Dan terus terang, kami banyak keterbatasan personil dan bukan wilayah petak 36 Sanggo saja yang harus kami jaga," tukasnya.(Gun/TN1)