SERANG, TitikNOL - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Banten akan menerjunkan tim ahli untuk mengkaji kelayakan lingkungan di lokasi PT Tirta Fresindo Jaya (TFC), di Kecamatan Cadasari, Kab. Pandeglang. Tim ahli tersebut terdiri dari para doktor di Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Untirta dan BPPT.
"Hasil penelitian tersebut akan dijadikan dasar untuk kita mengeluarkan surat keputusan tentang kelayakan lingkungan," ujar Kepala Dinas LHK Provinsi Banten, M Husni Hasan, Minggu (11/2/2017).
Baca juga: Malam Ini, Pimpinan PT Tirta Freshindo Jaya Temui Bupati Pandeglang
Ia memastikan tim ahli tersebut tidak bisa diintervensi pihak manapun dan bekerja profesional.
"Kalau ternyata tidak layak ya investor harus legowo menghentikan aktifitasnya. Tapi, kalau memang itu layak, masyarakatnya harus disosialisasikan, karena ini harus ada solusinya," tukasnya.
Secara riwayat dokumen, PT TFJ sudah memiliki izin lingkungan, izin memberikan bangunan (IMB) dan izin lokasi.
"Hanya saja masyarakat mempertanyakan, kok ini dapat izin, ini kan daerah resapan, ini kan irigasi teknis. Makanya, jadi konflik. Ini persoalannya bukan terletak pada tataran wah ini enggak bisa atau ini bisa, tetapi harus ada kajian ilmiah dulu," ungkapnya.
Baca juga: Pembangunan Anak Perusahaan PT Mayora Kembali Memancing Amarah Warga
Ia berharap konflik antara warga dengan investor seperti Mayora ini tidak terjadi lagi.
"Jangan sampai terulang, karena performa Banten jadi enggak bagus di mata internasional," ujarnya.
Menurutnya, kasus PT Mayora Grup tersebut seharusnya bisa diselesaikan saat tahapan uji publik.
"Andai kata saat uji publik muncul keengganan masyarakat, saya kira tidak berlanjut," imbuhnya.
Diketahui, Pemprov Banten membentuk tim independen untuk menyelesaikan polemik antara warga dengan PT Tirta Fresindo Jaya (TFJ). Tim tersebut akan mengkaji ulang izin anak perusahaan Mayora Grup tersebut. Gejolak ini sempat mereda ketika Bupati Pandeglang kala itu Erwan Kurtubi membekukan sementara aktifitas pabrik air mineral kemasan tersebut.
Namun, pada 6 Februari 2017 lalu, lokasi pabrik kembali memanas menyusul kembali beraktifitasnya pabrik yang kemudian mengundang aksi warga. Satu unit alat berat terbakar dalam insiden tersebut. (Kuk/Rif)