SERANG, TitikNOL – Momentum hari raya sering selalu saja dijadikan alasan oknum tidak bertanggung jawab dalam melakukan praktik pungutan liar (Pungli).
Biasanya mereka tergiur mendapatkan uang banyak untuk tunjangan hari raya (THR). Hal itu yang dilakukan salah satu Kepala Desa, di Desa Tambak, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang.
Dimana pihak Kepala Desa melakukan pungutan kepada para pedagang toko/kios dan pedagang kaki lima melalui surat edaran bernomor 400/31.Ds.2008/VI/2017/Pem tertanggal 15 Juni 2017.
Tidak tanggung-tanggung, pihak pemerintah desa mematok tarif pungutan Rp350 ribu untuk tiap toko/kios dan Rp150 ribu untuk tiap pedagang kaki lima.
Dalam surat itu pihak Kepala Desa berdalih, uang hasil pungli tersebut akan dibagikan sebagai tunjangan hari raya (THR) untuk seluruh aparatur Desa Tambak.
Melalui media sosial, Surat yang beredar di dunia maya melalui akun facebukbantennews tersebut pun spontan mendapat kecaman dari warga internet (Warganet) dengan beragam respons.
Mulai dari geram karena menilai angka pungutan terlalu besar hingga respons reaktif membawa persoalan ke ranah hukum.
Saat dikomfirmasi wartawan akan keberadaan surat tersebut, Kepala Desa Tambak Jaenudin membantah jika dirinya telah mengeluarkan surat tersebut.
“Surat edarat itu memang dibuat Pak Sekdes (Maman) itu tanpa sepengatahuan saya, tanpa koordinasi dengan saya,” kata Jaenudin dihubungi melalui sambungan telpon.
Setelah mendapat kecaman dari Warganet, Jaenudin kemudian langsung mencabut surat edaran tersebut dengan melayangkan surat bernomor 400/32/Ds.2008/VI/2017/Pem.
“Nah memang saya langsung buat klarifikasi. Sudah klarifikasi dan tidak ada konfirmasi dulu ke saya. Itu (surat) saya cabut,” kata dia, Jumat (16/6/2017).
Ditanya apakah sudah ada pedagang yang menyetor uang THR, Jaenudin menyatakan belum ada.
“Belum lah. Wong langsung rame. Nggak dapat THR itu staf saya itu,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Serang Abdullah mengaku akan melakukan evaluasi.
“Setelah lebaran nanti kita undang lah. Kita mau tau ada aturannya tidak. Karena desa ini kan sekarang itu desa otonom juga,” singkatnya. (Gat/red)