SERANG, TitikNOL - Sekitar 50 mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Banten (PRB) berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Senin (26/9/2016). Dalam aksinya, mereka menilai sampai saat ini tidak tampak keberpihakan pemerintah terhadap petani pasca pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria.
"Masih banyak terjadinya diskriminasi kaum tani oleh pemerintah. Banyak persoalan-persoalan yang terjadi namun pemerintah tidak hadir memberikan solusi," kata seorang aktivis, David Solahudin.
Selain itu, belum lagi persoalan alih fungsi lahan yang seharusnya menjadi lahan pangan untuk petani.
"Implementasi pemerintah dalam pencapaian 9 jura hektare lahan pangan untuk petani gagal. Hanya 4,5 hektare yang didistribusikan terhadap kaum petani," tukas David.
Tak terkecuali nasib para petani di Banten yang terbilang miris. Massa aksi menungkap sejumlah permasalahan yang didera petani di Banten, yakni banyaknya konflik di beberapa daerah seperti Cigemblong, Gorda, Baros, Padarincang, Cihanjung, Cigelam, dan Kasemen.
Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan, salah satunya 12 proyek nasional di Banten pun dikhawatirkan akan mengorbankan lahan produktif.
"Selain itu pencemaran di lautan pun memprihatinkan akibat limbah di daerah seperti Pontang, Ciujung, Lontar, Merak, Bojonegara, Pulo Ampel, Cigading, Anyer, Pulo Panjang, dan Pulo Tunda," ujarnya.
Sementara, perwakilan Serikat Petani Indonesia Provinsi Banten, Asep, meminta pemerintah daerah untuk lebih peduli terhadap nasib para petani.
"Petani itu jauh dari kata sejahtera. Kami ingin pemerintah hadir, dukungan pemerintah selama ini minim. Kami ingin lahan pertanian produktif tidak alih fungsi," katanya. (Kuk/Rif)