LEBAK, TitikNOL - Warga Bayah, Kabupaten Lebak, menyayangkan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Malingping, untuk pasien yang menggunakan jalur Asuransi Kesehatan (Askes) lamban mendapat pelayanan.
Padahal berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan di laboratorium, pasien menderita penyakit ginjal. Sehingga, perlu dilayani dengan baik dan cepat.
Kejadian pahit itu dialami oleh ayahnya Gus Riyan. Menurutnya, pelayanan yang diberikan dari pihak RSUD Malingping dinilai berbelit-belit. Padahal kebutuhan pasien hanya ingi pindah kamar ke ruang VIP.
“Jam 14:00 WIB (6/12) masuk RSUD Malingping, kami pakai Askes. Kami ingin minta pindah kamar dan kamar (VIP) kosong. Apa karena pakai Askes, beda dengan lain. Pelayanannya lamban,” katanya saat dihubungi, Selasa (7/12/2021).
Ia menyebutkan, perpindahan kamar bertujuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada ayahnya. Mengingat, penyakit yang dideritanya adalah ginjal yang perlu perawatan khsusus.
“Gak bisa di pindah, nunggu keputusan dokter. Bicaranya sama (Askes dan syarat lain). Semua mengarah ke ginjal. Alasan ingin pindah, ingin memberikan pelayanan yang terbaik buat orangtua,” ucapnya.
Namun setelah menunggu waktu yang lama, pengajuan perpindahan kamar tak kunjung disetujui. Alasan pihak RSUD berpatokan pada Standar Operasional Prosedur (SOP).
Gus menyatakan, seharusnya pihas RS lebih mengedepankan keselamatan pasien, dibandingkan dengan mengedepankan SOP. Hingga akhirnya pasien dibawa pulang dan saat ini tidak dirawat di RSUD Malingping.
“Pada akhirnya keluarga mengambil keputusan, percuma. Akhirnya balik kanan (Pulang). Yang sebelum kami yang sama balik kanan,” tuturnya.
Atas kejadian itu, Gus menyarankan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk memecat Direktur Utama RSUD Malingping. Dengan begitu diharapkan, pelayanan kesehatan di RS milik pemerintah dapat maksimal.
Terlebih, kejadian itu tidak hanya menimpa keluarganya. Ada juga pasien lain yang memilih memulangkan pasien akibat pelayanan lamban dari RSUD Malingping.
“Satu-satunya jalan, Direktur Utama harus dipecat karena bukan mengedepankan pasien, tapi SOP,” tegasnya.
Senada dengan Feri yang mengurs administrasi pasien. Dia bilang, pasien datang ke RS sekira pukul 13:00 WIB (6/12). Saat itu pasien tidak langsung masuk ruang gawat darurat, melainkan di tempatkan di sebuah tenda.
Penempatan di tenda dilakukan sambil menunggu hasil cek kesehatan di laboratorium. Pemeriksaan itu, kata dia, butuh waktu tiga jam berdasarkan keterangan tenaga kesehatan.
“Pas masuk nggak langsung dirawat, tapi masuk tenda BNPB sambil menunggu hasil laboratorium. Karena hasil lab lama, yang dicek darah, tes swab, urine. Katanya 3 jam nunggu. Ya udah engap-engapan. Di nego sampai satu jam. Sudah keluar jam 14:00 WIB, tes darah belum keluar, minta waktu satu jam lagi, ya kasian liat pasien,” paparnya.
“Hasilnya keluar 16:00 WIB, dikasih ke bagian administrasi IGD. Setelah dicek ada gejala penyakit ginjal, harus cepat. Mendengar orang ngobrol, pusing ke pasien,” tambahnya.
Mengetahui gejala penyakitnya ginjal, akhirnya Feri mengajukan untuk perpindahan kamar ke ruang VIP. Pada saat itu, dijanjikan bisa pindah pukul 19: 00 WIB. Namun hingga pukul 22:00 WIB tak kunjung dipindahkan.
Alasan yang dilontarkan pihak RS hanya SOP, tidak ada yang lain. Ia menyatakan, jika alasannya menggunakan Askes, syarat administrasi akan diubah menjadi pasien umum demi keselamatan pasien.
“Saya mendesak ke admin untuk dipindahkan. Terus janji jam 19:00 WIB, tapi sampai jam 22:00 WIB nggak dipindah ke VIP. Padahal posisinya waktu dicek, kosong. Kalau alasannya SOP Askes, saya ganti, kata saya. Yang penting pelayanannya prima,” terangnya.
Hingga akhirnya, keputusan keluarga memilih pasien dibawa pulang karena tidak puas dengan pelayanan RS yang berplat merah itu.
“Setelah jam 22:00 WIB malam ditarik mundur. Tapi tidak ditanggapi saja, alasannya SOP aja. Bisa jam 07:00 WIB katanya, ya keburu susah. SOP yang harus ditempuh pasien, tapi RSUD tidak maksimal, malah di tenda BNPB. Jadi tidak melihat ke penyelamatan nyawa,” imbuhnya.
Feri membadingkan pengalaman pelayanan di RSUD Pelabuhan Ratu dengan RSUD Malingping, yang dirasa berbeda. RSUD Pelabuhan Ratu dinilai lebih mementingkan keselamatan pasien dibandingkan dengan administrasi.
“Kalau di RSUD Pelabuhan Ratu, kalau datang ditanya sakit apa, mau di ruangan apa, ditangani dulu. Kalau urusan uang di akhir. Sedangkan di Malingping mah yang datang harus ikut SOP, pelayanan gak langsung, fasilitasnya (alat kesehatan) sama,” ujarnya.
Ia meminta kejadian ini harus dijadikan pelajaran dan ada perbaikan. Jangan sampai terjadi pada pasien lain. Karena keselamatan pasien tidak ternilai harganya.
“Ini harus diperbaiki, jangan sampai terulang,” jelasnya.
Terpisah, Kabid Pelayanan RSUD Malingping, Sobran mengatakan, pelayanan yang diberikan RSUD Malingping tidak membedakan terhadap pasien yang menggunakan jalur apapun.
Untuk perpindahan kelas kamar, kata dia, jika golongan tiga naik menempati ruang VIP akan dikenakan bauar selisih.
“Sama kang. Tidak ada perbedaan di IGD dan pelayanan lain, cuma kamar aja askes kelas 1, kalau golongan 3 dan bisa naik ke VIP dengan bayar selisih,” katanya.
Dia bilang, pasien bukan tidak bisa pindah ke kamar VIP, tapi harus diobservasi oleh dokter penanggung jawab spesialisnya untuk bisa masuk rawat inap.
“Sementara ini hanya bisa infokan, bukan tidak bisa pindah, tapi karena masih harus diobservasi oleh dokter penanggung jawab spesialisnya untuk bisa masuk rawat inap nya. Yang masuk rawat inap jika memang sudah diperiksa penunjang seperti laboratprium dan radiologinya,” paparnya. (TN3)