Kamis, 21 November 2024

MAKI Desak Kejagung Cabut LO Kejati Sulteng Terkait IUP Tambang Nikel

SERANG, TitikNOL - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memerintahkan pencabutan atas terbitnya legal opinion (LO) yang dikeluarkan oleh oknum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel karena tidak berdasar ketentuan yang berlaku dan diduga menyimpang.

"MAKI juga meminta Kejagung melakukan pemeriksaan khusus atas terbitnya LO Kejati Sulteng. Apabila ditemukan bukti penyimpangan oleh oknum Kejati Sulteng segera ditindaklanjuti dengan penegakan hukum tindak pidana korupsi," tandas Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Lingkar Media Network (LMN), Kota Serang, Rabu (14/12/2022).

Boyamin menjelaskan dalam konteks tambang nikel, MAKI menyoal penyimpangan IUP terkait dengan terbitnya LO oleh Kejati Sulteng.

Berdasarkan catatan MAKI, terdapat sejumlah perusahaan yang telah berakhir izinnya atau IUP kadaluwarsa hingga fiktif. Namun perusahaan itu tetap melakukan aktivitasnya karena mengandalkan surat LO yang diterbitkan Kejati Sulteng.

"Pendapat hukum kejaksaan merupakan pandangan hukum yang tidak bersifat mengikat, apalagi dijadikan dasar penerbitan izin-izin terkait penambangan oleh kepala daerah," tegasnya.

Boyamin menjelaskan terdapat dugaan aktivitas penambangan illegal nikel (IUP mati atau IUP fiktif) di Sulteng dan hingga saat ini belum pernah dilakukan penegakan hukum atas dugaan penambangan illegal tersebut.

Dugaan penambangan illegal tersebut didasari oleh terbitnya surat LO dari Kejati Sulteng yang mana terdapat banyak perusahaan yang telah berakhir izinnya (IUP kadaluarsa/mati/fiktif/) bahkan terdapat dugaan IUP dengan model back date (dibuat tanggal mundur) namun diduga oknum pengusaha tambang akan berani melakukan penambangan atas dasar legal opinion yang diterbitkan oleh Kejati Sulteng.

Kejagung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) semestinya telah melakukan revisi dengan memberikan pendapat bahwa kejaksaan bukan merupakan lembaga terkait yang berwenang untuk menyatakan IUP atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 54 Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 tahun 2018. Pendapat hukum kejaksaan merupakan pandangan hukum yang tidak bersifat mengikat dan tidak dapat menjadi dasar diterbitkannya izin-izin terkait penambangan oleh kepala daerah.

"MAKI menagih Kejaksaan Agung atas penuntasan penanganan perkara dugaan penyimpangan penerbitan legal opinion Kejati Sulteng terkait dugaan penambangan ilegal. MAKI meminta Kejaksaan Agung untuk memerintahkan pencabutan atas terbitnya legal opinion Kejati Sulteng terkait IUP tambang nikel karena tidak berdasar ketentuan yang belaku dan diduga terjadi penyimpangan," ujarnya.

Boyamin meminta Kejaksaan Agung untuk melakukan pemeriksaan khusus atas terbitnya LO Kejati Sulteng dan dilanjutkan penegakan hukum tindak pidana korupsi apabila terdapat bukti penyimpangan oleh oknum Kejati Sulteng.

"MAKI meminta Kejaksaan Agung untuk melakukan penegakan hukum tindak pidana korupsi atas dugaan penambangan illegal terhadap pihak perusahaan penambangan dikarenakan aktivitas penambangan yang tidak memiliki izin sah dan memenuhi persyaratan," tegasnya.

Tidak hanya itu, MAKI juga mendesak oknum aparat penegak hukum (APH) baik itu kejaksaan, kepolisian maupun TNI yang diduga terlibat dan menerima setoran dari praktik penambangan ilegal di seluruh wilayah Indonesia agar segera berhenti dan mundur.

Boyamin mengungkapkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi mineral nikel terbesar di dunia dengan potensi terbesar berada di jantung Pulau Sulawesi dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki setidaknya 72 juta cadangan nikel (Ni), termasuk Limonit1, atau 52% dari total cadangan nikel dunia sebanyak 139.419.000 ton Ni (Booklet Peluang Investasi Nikel Indonesia, Kementerian ESDM, 2020).

Karenanya, kegiatan pertambangan nikel sebagian besar hanya tersebar di 4 provinsi, di mana terkandung 90% dari seluruh cadangan sumber nikel yang ada di Indonesia. Tiga provinsi berada di Sulawesi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara, serta 1 provinsi di Maluku, yaitu Maluku Utara.

Presiden RI, Joko Widodo mengatakan akan menjadikan Indonesia sebagai produsen baterai nomor satu di dunia. Hal itu diungkapkan Jokowi dalam pidato groundbreaking pabrik baterai Hyundai-LG di Karawang, Jawa Barat.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia terus menggenjot pertumbuhan industri pertambangan nikel dimulai dari hulu hingga hilir. Pada akhir 2021 tercatat telah terbit 293 izin usaha pertambangan dengan komoditas nikel di seluruh Pulau Sulawesi (Geoportal Kementerian ESDM, 2021).

Perusahaan pertambangan dengan komoditas nikel telah menguasai 639.403,26 hektare lahan konsesi untuk pertambangan yang tersebar di 3 provinsi di Pulau Sulawesi (Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara).

Berbagai dampak buruk yang telah dialami masyarakat Sulawesi di sekitar industri pertambangan nikel adalah “alarm” kepada Pemerintah Indonesia. Nikel adalah logam keras yang di dalam kehidupan sehari-hari merupakan material untuk membuat kabel listrik, koin, dan peralatan militer. Bentuknya berupa logam keras dan padat, berwarna keperakan dengan semburat keemasan, yang memiliki ketahanan terhadap panas dan korosi. Sementara Limonit atau bijih nikel berkadar rendah adalah bijih besi yang mengandung campuran besi oksida-hidroksida.

Eksplorasi pertambangan mineral nikel di Indonesia telah dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun 1901 yang dimulai dengan eksplorasi seorang peneliti berkebangsaan Belanda bernama Kruyt yang melakukan penelitian di pegunungan Verbeek, Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1909 EC Abendanon seorang ahli geologi berkebangsaan belanda juga menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Sejak penemuan awal ini eksplorasi nikel terus dilakukan di wilayah pegunungan Verbeek hingga ke Sulawesi Tenggara.

Pada tahun 1934 Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tole Maatschappij melanjutkan eksplorasi pertambangan bijih nikel hingga pada tahun 1938 OBM melakukan pengiriman pertama 150.000 ton bijih nikel menggunakan kapal laut ke Jepang.

Pada masa awal kemerdekaan eksplorasi nikel di wilayah Sulawesi tidak pernah terekspos hingga pada tahun 1968 diterbitkan kontrak karya (KK) untuk pertambangan nikel laterit kepada PT. International Nickel Indonesia (INCO). Hal ini menandai titik mula eksploitasi nikel skala besar di Indonesia. Hingga saat ini telah ada setidaknya 54 perusahaan penambang nikel di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).

Di Sulawesi selatan sendiri hingga akhir 2021 telah terdapat 6 perusahaan tambang nikel yang menguasai 87.556,4 hektare wilayah konsesi, dan 3 blok pertambangan yang terdiri dari Blok Pongkeru, Blok Bulubalang, dan Blok Lingke Utara dengan total luasan 6.860,51 hektare.

Sementara di Sulawesi Tengah, ada 37 perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha pertambangan nikel dengan total luas mencapai 92.604 hektare

Kemudian izin usaha pertambangan nikel yang paling banyak dan luas di Pulau Sulawesi berada di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan catatan hingga akhir tahun 2021, terdapat 252 perusahaan tambang yang telah mendapat izin usaha pertambangan nikel dengan total luas mencapai 510.282 hektare.

Berdasarkan jumlah IUP nikel yang telah dikeluarkan pemerintah hingga akhir tahun 2021 mencapai 295 IUP dengan total luas mencapai 690.442 hektare.

"Kalau sektor pertambangan di Indonesia diurus secara benar, tidak ada praktik ilegal dan permainan mafia IUP serta tidak adanya tindakan korupsi, akan meningkatkan pendapatan negara dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, karena selama ini masih banyak oknum yang bermain, maka yang merasakan hasil pertambangan hanya segelintir orang," tutup Boyamin. (TN)

Komentar