TitikNOL - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok divonis hukuman 2 tahun penjara. Gubernur DKI Jakarta itu dinyatakan terbukti sah dan meyakinkan menodai agama.
"Terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan penodaan agama, menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun," kata ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto, dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (9/5).
Putusan itu berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Ahok dituntut hukuman penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun. Ahok dinilai jaksa terbukti menghina golongan, bukan menghina agama.
"Terdakwa dituntut hukuman penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun. Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan alternatif kedua," kata ketua tim jaksa penuntut umum, Ali Mukartono, saat membacakan surat tuntutan, Kamis (20/4).
Dakwaan altenatif kedua merujuk ke Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal itu mengatur tentang seseorang yang dengan sengaja menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Tapi vonis untuk Ahok merujuk ke dakwaan pertama, Pasal 156 a KUHP yang mengatur perbuatan seseorang yang secara spesifik mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Kasus ini bermula pada Selasa, 27 September 2016, ketika Ahok berpidato di tempat di tempat pelelangan ikan di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Di pidato itu, dia menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.
Ketika itu, Ahok telah terdaftar sebagai salah satu calon Gubernur DKI yang pemilihanya akan dilaksanakan pada Februari 2017. Jaksa menganggap Ahok dengan sengaja memasukkan kalimat yang berkaitan dengan Pilgub. Berikut kalimat Ahok itu:
"Ini pemilihan kan dimajuin jadi kalo saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017 jadi kalo program ini kita jalankan dengan baik pun bapak ibu masih sempet panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi gak usah pikiran ah, nanti kalau gak kepilih, pasti Ahok programnya bubar, enggak, saya sampai oktober 2017, jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat Al-Maidah 51, macem-macem itu, itu hak bapak ibu yah jadi kalo bapak ibu perasaan gak bisa kepilih nih karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu, ya enggak papa, karna ini kan panggilan pribadi bapak ibu, program ini jalan saja, jadi bapak ibu gak usah merasa gak enak, dalam nuraninya gak bisa milih Ahok, gak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua kalo terima gak enak dong jadi utang budi jangan bapak ibu punya perasaan gak enak nanti mati pelan-pelan loh kena stroke."
Jaksa menilai perkataan Ahok telah menyatakan bahwa pemeluk dan penganut agama Islam adalah orang yang membohongi dan membodohi dalam menyampaikan Surat Al-Maidah ayat 51.
Adapun Surat Al-Maidah ayat 51, berdasarkan terjemahan Kementerian agama adalah "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
Jaksa menilai, terjemahan dan interpretasi Surat Al-Maidah ayat 51 menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam, baik dalam pemahamannya maupun dalam penerapannya.
Pada 11 Oktober 2016, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI. Pada angka 5, isinya menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil Surat Al-Maidah ayat 51 tentang larangan non-muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Ahok kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 16 November 2016. Sebulan kemudian, perkara Ahok disidangkan. Sidang itu dipimpin Dwiarso Budi Santiarto.
Kasus ini tak bisa dilepaskan dari sejumlah unjuk rasa yang menuntut ahok dipenjara. Misalnya pada 4 November dan 2 Desember 2016. Banyaknya massa membuat area Monas tertutup hingga ke Bundaran Hotel Indonesia.
Berita ini telah tayang di Kumparan.com, Selasa 9 Mei 2017 dengan judul Ahok Divonis Hukuman 2 Tahun Penjara