Rabu, 4 Desember 2024

Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, Tidak Produktif

Ilustrasi. (Dok: Ekonomibisnis)
Ilustrasi. (Dok: Ekonomibisnis)

Oleh

Budi Supriadi


Direktur Eksekutif KOPIHITAM

(Komunitas Peduli Informasi Lingkungan Hidup dan Pertambangan)

Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Komoditas Batubara, yang diberikan Pemerintah tentunya berdasarkan Permohonan Badan Usaha untuk dapat diusahakan dan lebih dari itu pertimbangan pemerintah diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat setempat wilayah pertambangan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Berupa Iuran Tetap/landrent, dalam tahapannya sudah tentu berdasarkan penyelidikan umum potensi kandungan mineral dan/atau Batubara dan dampak yang akan timbul kemudian yang dituangkan dalam KA-ANDAL/AMDAL/RPL-RKL.

Dapat dipastikan bahwa terbitnya IUP Operasi Produksi sudah melalui Proses Pengujian Secara Teknis, Lingkungan, Administasi dan Keuangan Perusahaan, namun demikian tidak sedikit badan Usaha yang memohonkan IUP dan telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) Batubara tidak produktif.

Di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten setidaknya terdapat 3 (tiga) Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Jenis Komoditas Batubara, meliputi 2 (dua) Badan Usaha sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Peningkatan Operasi Produksi (IUP-OP) yakni PT. Damasari Resource dengan Nomor 503.3/19-KPPT/IUP.OP/2012 yang terletak dalam WIUP Desa Darmasari, Sawarna dan Bayah Timur dan dinyatakan sudah CNC (Clear and Clean), dan PT. Mitra Genesaret Energi dengan Nomor 503.3/30-KPPT/IUP.OP/2012 terletak dalam WIUP Desa Sawarna Kecamatan Bayah, sedangkan 1 (satu) Perusahaan masih dalam Proses Ekplorasi yakni PT. Alam Sinsegye Tanah Banten dengan nomor 503.3/19-BPMPPT/IUP.EK/2014 terletak dalam WIUP Kecamatan Cilograng dan Kecamatan Bayah.

Seyogyanya IUP Operasi Produksi yang ditelah dimiliki Perusahaan seperti PT. Damasari Resource dan PT. Mitra Genesaret Energi dapat digunakan dengan telah melalui proses kegiatan pertambangan (Operasi Produksi), karena memperolehnya tidak mudah dan tentunya dengan biaya yang besar, namun faktanya sampai saat ini kegiatan atau aktivitas Pertambangan belum dilakukan bahkan proses pembebasan lahan pun masih belum selesai sementara Izin Lokasi maupun Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dapat dipastikan telah habis masa izinya.

Ironis memang, jika perolehan IUP Operasi Produksi PT. Damasari Resource dan PT. Mitra Genesaret Energi tidak Produktif, sebut saja belum melakukan aktivitas pertambangan dari tahun 2012 sampai dengan saat ini, artinya sudah 8 (delapan) tahun belum melakukan aktivitas produktif datas IUP Operasi Produksi yang dimilikinya.

Kedudukan IUP, Non Produktif?

Menurut Arif Setiawan Sasmita, DKK. (Diponegoro Law Review, 2013) dalam Penelitiannya mengenai Akibat Hukum Tindakan Akuisi di Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Terhadap Perlalihan dan Pengendalian Izin Usaha Pertambangan, bahwa mengenai Pemberian Hak Pemerintah terhadap Pemegang IUP, dengan demikian IUP selain berisi identitas Pemegangnya juga berisi hak yang diberikan oleh Negara kepada Pemegangnya untuk mengusahakan, namun perlu diketahui pula bahwa IUP mengandung aspek hukum Publik karena bentuknya yang berupa izin, maka Pemerintah memiliki Kewenangan yang lebih tinggi dibandingkan Pemegang IUP.

Sehingga, Pemerintah Memiliki Kewenangan untuk dapat memberikan sanksi administrasi, Suspensi dan/atau melakukan Pencabut IUP apabila Pemegang IUP tidak dapat melaksanakan Kewajibannya sebagaimana yang dimaksud dalam IUP tersebut dan Peraturan Perundang-undangan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Selain itu bahwa secara abstrak Permohonan IUP oleh Badan Usaha suatu itikad yang didasari untuk melakukan kegiatan Berusaha, apalagi tahapan Perolehan IUP yang Panjang dan Memerlukan Biaya yang tidak sedikit.

Kaitan sebagai Hak atas IUP Operasi Produksi Komoditas Batubara yang diberikan Pemerintah Terhadap PT. Damasari Resource dan PT. Mitra Genesaret Energi, melansir pada Dokumen Hasil Rekonsiliasi Kabupaten Lebak Nomor Surat 503/428-KPPT/2012 tertanggal 17 Desember 2012, bahwa Nomor dan Masa Berlaku IUP 503.3/19-KPPT/IUP.OP/2012 sampai dengan 19 April 2017, dan IUP 503.3/30-KPPT/IUP.OP/2012 sampai dengan 7 September 2017. Selain itu bahwa 2 (dua) Perusahaan Tersebut saat ini dalam laman resmi ESDM https://modi.minerba.esdm.go.id/portal/dataPerusahaan tidak dapat ditemukan, padahal laman tersebut merupakan Informasi penting data IUP aktif Perusahaan seluruh Indonesia.

Akibat lain yang timbul atas IUP Non Produktif, adalah Satu, ketidakpastian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) karena Landrent tersebut dihitung setelah melakukan aktivitas penjualan komoditas hasil Tambang, Kedua, menyempitnya Peluang membuka Investasi Baru dari Pemerintah terhadap Perusahaan baru bidang Pertambangan, Ketiga, Konflik Agraria yang disebabkan ketidakpastian pelaksanaan operasi Produksi dan status IUP sehingga penguasaan IUP menjadi tidak tak terbatas dari Perusahaan.

situasi, ketidakpastian pemerintah dan perusahaan serta Pemahaman masyarakat secara umum mengenai Pertambangan yang sering dianggap dapat menimbulkan dampak yang luas terhadap lingkungan hidup di sekitar wilayah pertambangan, sebetulnya dapat dilakukan pengendalian, melalui pertama, Pemerintah berlaku objektif dan selektif dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kedua, Pemerintah Tegas dalam melakukan Evaluasi dan Penerapan Kaidah Pertambangan yang baik dan menghindari Pemberian IUP Menjadi Non Produktif. ketiga, Perusahaan Koperatif melakukan kegiatan pertambangan dengan melaksanakan RKL-RPL/RKTTL dengan baik. Keempat, masyarakat aktif dalam melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkaitan dengan potensi dampak yang akan timbul dan kelima, Kesatuan Peran Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat setempat dalam menciptakan keserasian dampak pertambangan dan lingkungan hidup sebagai bentuk Reklamasi Operasi Produksi.

Komentar