SERANG, TitikNOL - SP alias Budi (61) mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kabupaten Serang, ditahan polisi akibat terlibat dalam mark up harga lahan Stasiun Peralihan Akhir (SPA) sampah.
Selain Budi, TM alias Toto (47) sebagai Kabid Sampah dan Taman Dinas LH selaku PPK, AH alias Asep (57) sebagai Camat Petir, dan TE alis Toton (48) sebagai Kades Negara Padang, tutur ditahan.
Mereka ditetapkan tersangka usai penyidik periksa 32 saksi, yang terdiri dari 25 orang saksi dari pihak Dinas LH, pihak desa dan kecamatan, 7 orang saksi dari pemilik lahan, serta 4 ahli perbendaharaan negara, auditor.
Kabid Humas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga mengatakan, modus tersangka dalam melakukan aksinya dengan memalsukan SK Bupati nomor 539 tanggal 11 Mei 2020 untuk pengadaan lahan SPA, yang awalnya di Desa Mekarbarum, dialihkan ke Desa Negara Padang, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang.
Hal itu akibat adanya penolakan warga. Kemudian pelaku memalsukan SK Bupati agar lokasi SPA sampah berubah. Padahal Bupati Serang tidak mengganti SK tersebut.
Selain itu, tersangka melakukan mark up biaya pengadaan lahan dengan disparitas lebih dari 300 persen.
Pemilik lahan hanya menerima Rp330 juta, padahal Pemda Serang membayarnya sebesar Rp526.213 pe rmeter dengan luas tanah 2.561 m2.
"Untuk lahan SPA tersebut sebesar Rp1.347.632.000 dan akibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.017.623.000," katanya saat ditemui di Mapolda Banten, Senin (30/5/2022).
Demi menjaga kecurigaan, pemilik lahan tidak pernah dilibatkan dalam tahap sosialisasi, hanya tampil saat penandatangan peralihan hak atas bidang tanah.
Bahkan dalam pencairannya, uang itu tidak langsung di transfer kepada pemilik lahan, melainkan kepada Toton sebagai Kepala Desa.
"Menggunakan rekening sindikasi yang dulu menjabat kades. Pemilik lahan tidak dikibatkan, dibuat pasif yang penting lahannya laku," terangnya.
Dari kejadian itu, penyidik menyita dokumen-dokumen terkait pengadaan lahan, bukti pengiriman uang dan juga penyitaan uang hasil kejahatan dari para tersangka senilai Rp300 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan sanksi pidana secara berlapis sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 12 huruf i UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 4 sampai 20 tahun penjara dan denda Rp200 juta sampai Rp 1 miliar. (TN3)