Jakarta, TitikNOL - Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly secara tegas menolak jika dalam draft revisi Undang-Undang no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibatasi jumlah kerugian negara dalam menangani perkara kasus korupsi.
"Tidak ada itu, tidak bisa itu, tidak ada batasan kerugian. No," ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Yasonna juga akui hingga saat ini pemerintah belum menerima draf resmi usulan dari DPR. Lanjutnya, pada prinsipnya pemerintah mendukung terhadap revisi asalkan penguatan kelembagaan KPK. Dimana, dalam revisi UU KPK itu ada empat poin yakni keberadaan dewan pengawas, aturan perizinan penyadapan, kewenangan menghentikan perkara dengan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), dan kewenangan mengangkat penyidik dan penyelidik independen.
"Kalau untuk penguatan kelembagaan itu bagus, kita tunggu draf resminya,” ungkapnya.
Dalam draf usulan yang diajukan pihak pengusul sebanyak 45 orang anggota dewan dari 6 fraksi, tertuang dalam Pasal 11 huruf b draf usulan pengusul menyebutkan,
“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang: b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah).
Sehingga, kasus korupsi di bawah Rp 25 milyar akan ditangani kepolisian dan kejaksaan. (Bar/Red)